Indo Artileri

Kembalilah Jaya Indonesiaku

Kami Membutuhkanmu Soekarno

Kembalilah

Riwayat singkat Jeanne d'Arc, pahlawan Perancis Abad Pertengahan

Joan of Arc, atau Jeanne d’Arc, merupakan salah satu tokoh Abad Pertengahan populer yang kisah hidupnya juga banyak diangkat dalam beragam media, termasuk game. Well, mungkin kalian mengetahui tentang game Jeanne d'Arc (PSP), Wars and Warriors: Joan of Arc (PC), atau Bladestorm: The Hundred Years' War (PS3, Xbox 360), dan didalam game itu menceritakan prihal sosok bernama Jeanne d’Arc.

Sayangnya, tidak banyak game yang mengkisahkan kehidupan Jeanne yang sebetulnya. Maka pada tulisan minggu ini, Gamexeon akan mencoba untuk menceritakan kembali kisah heroik dari Jeanne, termasuk bagaimana peran dia dalam sejumlah pertempuran besar di Perang 100 Tahun.

Timeline Perang 100 Tahun saat masa hidup Jeanne d'Arc


Sekitar tahun 1337 hingga tahun 1453, Eropa mengalami gejolak yang disebabkan oleh pertikaian antara Kerajaan Perancis dan Kerajaan Inggris. Konflik ini dimulai saat Edward III dari Inggris mengklaim bahwa dirinya berhak atas tahta Perancis. Konflik ini kemudian dijuluki sebagai Perang 100 Tahun, yang melibatkan Kerajaan Perancis melawan Kerajaan Inggris.

Namun pada tahun 1407, Perancis sendiri terjebak dalam situasi ‘perang saudara’. Konflik internal ini terjadi akibat perebutan kekuasaan antara Louis I of Orléans (Duke of Orléans) dengan John the Fearless (Duke of Burgundy). Keduanya memperebutkan tahta atas Raja Charles VI yang didiagnosa mengalami gangguan jiwa dan dianggap tidak layak memimpin. Kisruh ini akhirnya berakhir dengan buruk, dengan dibunuhnya Louis I of Orléans  atas suruhan John the Fearless, yang kemudian menyebabkan Perancis terbelah dua menjadi dua kubu : Pendukung Burgundy, dan pendukung Duke Orleans, atau disebut juga para Armagnacs. Pada tahun 1413, John the Fearless bersekutu dengan pihak Inggris, yang saat itu mengangkat raja baru yakni Henry V.



Keadaan ini kemudian dimanfaatkan oleh Henry V untuk menguasai Perancis. Henry V berhasil mengalahkan pihak Perancis dengan telak dalam pertempuran Agincourt di tahun 1415, dan banyak orang-orang Armagnacs yang dibantai pada pertempuran tersebut. Kemenangan ini membuat semakin banyak lagi wilayah Perancis yang jatuh ke tangan Inggris.

Sementara itu, pada tahun 1417, Charles VII, anak dari Charles VI diangkat menjadi dauphin (putra mahkota). Pada tahun 1419, Charles VII mengadakan pertemuan untuk membicarakan rencana damai dengan John the Fearless. Namun pertemuan ini berakhir buruk dengan dibunuhnya John the Fearless oleh para Armagnac yang masih dendam. Kata damai akhirnya tidak terpenuhi, karena Philip the Good, penerus dari John the Fearless, tetap melanjutkan untuk bersekutu dengan pihak Inggris.

Perebutan kekuasaan atas tahta raja Perancis kembali mencuat di tahun 1420. hal ini disebabkan oleh Perjanjian Troyes. Isi perjanjian ini menyebutkan bahwa Henry V dan keturunannya adalah orang yang berhak atas tahta Perancis, dan mengabaikan Charles VII yang adalah dauphin dan anak dari Charles VI.



Dengan wafatnya Charles VI tidak lama setelah Perjanjian Troyes diadakan, maka terjadi ‘perlombaan’ antara kedua pihak calon waris; Charles VII dan John of Bedford (wali dari anak Henry V yang saat itu masih bayi), dikarenakan kedua pihak tersebut belum ada satupun yang dinobatkan menjadi raja. Sekutu Inggris yakni Burgundi, di satu sisi berhasil menguasai Reims, yang merupakan kota untuk penobatan raja Perancis. Sementara Inggris berhasil mengepung Orléans, salah satu kota penting yang menjadi pintu masuk menuju kota-kota besar lainnya termasuk Reims.

Pada masa inilah, seorang gadis desa sederhana bernama Jeanne d'Arc, berhasil membawa Perancis menuju kejayaan. Dia mengaku mendapatkan wahyu-wahyu dari Tuhan, yang memberikannya misi untuk menghantarkan Charles VII sebagai raja Perancis.

Riwayat Hidup Jeanne d’Arc

Jeanne lahir pada tahun 1412, di sebuah desa bernama Domremy, sebuah desa yang terkurung dengan wilayah kekuasaan milik pihak Burgundi. Dia menjalani kehidupan biasa, layaknya perempuan-perempuan desa pada masa itu. Jeanne juga tumbuh besar menjadi seseorang yang taat beragama, dia rajin datang ke gereja untuk menyalakan lilin dan berdoa.

Di tahun 1424, Jeanne untuk pertama kalinya mendengarkan ‘suara-suara’ yang mengatakan bahwa dia akan memimpin Perancis mengusir Inggris, dan mengantarkan putra mahkota Perancis menuju tahta sebagai raja. Jeanne juga mengalami pertemuan dengan malaikat Mikael, St. Margaret dan St. Catherine. Awalnya, dia ketakutan dan tidak berani untuk menceritakan pengalaman tersebut kepada siapapun.


Lukisan yang menggambarkan pristiwa pertemuan Jeanne dengan St. Margaret dan St. Catherine

Suara-suara tersebut semakin berkeras untuk menyuruhnya pergi menemui dauphin( putra mahkota), melalui bantuan Robert Baudricourt, seorang komandan militer di sana. Sebelumnya, Jeanne harus menemui Baudricourt yang sedang berada di Vacaulleors. Jeanne meminta pertolongan Durand Lassois, saudara Jeanne, untuk membawanya ke Vacaulleors.

Pertemuannya dengan Baudricourt tidak berjalan mulus. Baudricourt menolak permintaan Jeanne untuk membantunya agar bertemu dengan Dauphin di Chinon. Penolakan itu terjadi 2 kali berturut-turut. Namun pada pertemuan yang ketiga kalinya, Jeanne berhasil meyakinkan Baudricourt, dan komandan itu akhirnya mengabulkan permintaan Jeanne untuk bertemu dengan dauphin. Alasan perubahan sikap Baudricourt diduga berdasarkan tepatnya ramalan Jeanne atas kekalahan telak Perancis atas Inggris di Pertempuran Herrings. Selain itu, Baudricourt juga mengirimkan Jean de Metz and Bertrand, dan empat orang lainnya untuk membantu dan mendampingi Jeanne. Baudricourt juga memakaikan pakaian laki-laki kepada Jeanne serta memberikannya sebilah pedang, dan  karena Jeanne harus memasuki wilayah kekuasaan Burgundi yang berbahaya untuk bisa sampai ke Chinon. Warga Vacaulleors juga memberikan Jeanne seekor kuda untuk dia tunggangi.

Jeanne sampai untuk pertama kalinya di Chinon pada tahun 1429. kedatangan Jeanne ke Chinon tidak membuat Charles VII, sang dauphin, percaya begitu saja. Charles VII berusaha menguji Jeanne, dengan berbaur di antara orang-orang yang memenuhi aula kastil Chinon. Charles VII mengenakan pakaian sederhana untuk mengelabui Jeanne, selain itu Jeanne juga tidak pernah melihat wajah Charles VII sebelumnya. Namun, Jeanne berhasil menemukan Charles VII, dan memberikannya hormat dengan cara membungkuk, dan memperkenalkan siapa dirinya dan apa misinya kepada Charles VII. Setelah kejadian tersebut, Charles VII begitu terkesima.


kiri : penggambaran Jeanne (Leelee Sobieski) dan Charles VII (Neil Patrick Harris).  Kanan : lukisan Charles VII

Charles VII dan Jeanne akhirnya terlibat dalam pembicaraan pribadi yang tidak didengarkan oleh orang lain. Pembicaraan itu tetap menjadi rahasia, namun diduga bahwa Jeanne mengatakan kepada Charles VII bahwa dirinya akan menjadi raja Perancis, dan Jeanne dengan bantuan Tuhan, dia akan membebaskan Orleans dari pengepungan, membebaskan kota Reims, dan memimpin Perancis menuju kemenangan. Walaupun setelah pembicaraan itu, Charles VII menjadi semakin yakin dengan Jeanne, namun dia memutuskan untuk melakukan pemeriksaan latar belakang dan teologis terhadap Jeanne di kota Poitiers. Semua tes tersebut bisa dilalui Jeanne dengan amat baik.

Saat masih berada di Poitiers, Jeanne juga sempat mengirimkan surat kepada pihak Inggris. Karena dirinya tidak bisa membaca dan menulis, maka seorang juru tulis bernama Jean Erault membantunya. Surat Jeanne ditujukan kepada komandan Inggris di Orleans, dan isinya peringatan kepada pihak Inggris untuk segera pergi dari Perancis, atau Jeanne sendirilah yang akan mengeluarkan mereka. Surat itu tidak digubris sama sekali oleh pihak Inggris.

Jeanne kembali lagi Chinon, mempersiapkan segala sesuatunya sebelum dia pergi menuju Orleans. Persiapan menghabiskan waktu kurang lebih satu bulan lamanya, termasuk mengumpulkan pasukan yang akan dibawa menuju Orleans. Jeanne juga diberikan sebuah baju besi, dan akan didampingi dengan seorang page bernama Raymond, seorang squire bernama Jean d’Aulon, dan seorang bruder bernama Jean Pasquerel. Jeanne juga meminta sebuah pataka (standard) dan sebilah pedang yang digali dari St. Catherine of Fierbois.

Deskripsi dari pataka Jeanne adalah: dilukis dengan gambar Yesus Kristus yang sedang memegang Bumi dan duduk di atas pelangi, sedang di kiri dan kanan-Nya terdapat 2 malaikat yang sedang memegang pedang dan bunga lili. Gambar itu dilukis di atas kain putih polos, dan di samping lukisan itu terdapat tulisan berwarna emas “Jhesus Maria”.


picture by dashinvaine.deviantart.com

Jeanne juga memiliki sebuah pedang. Pedang tersebut digali dari gereja St. Catherine of Fierbois. Jeanne mendeskripsikan lokasi pedang itu dengan lengkap. Dia menjelaskan bahwa pedang itu akan ditemukan di dalam sebuah kotak, yang dikubur di dekat altar. Pedang tersebut ditemukan dalam keadaan penuh dengan karat, dan tanpa sarung (scabbard). Pedang tersebut dibersihkan dari karat, dan akhirnya diberikan sarung. Dalam pertempuran, Jeanne tidak menggunakan pedangnya sama sekali. Pedang itu bersifat sebagai symbol kepemimpinan. Jeanne lebih memilih menggunakan patakanya, dengan begitu dia tidak bisa menyakiti ataupun membunuh orang lain dalam perang.



bersambung ke halaman 2



Sebelum kedatangan Jeanne ke Orleans, dia datang ke kota Blois dan mendapatkan pasukannya di sana. Jeanne memerintahkan kepada semua prajuritnya untuk melakukan pengakuan dosa, dan tidak menggunakan kata-kata umpatan. Setelah semua pasukannya terkumpul, Jeanne lalu bertolak ke Orleans. Ada sekitar 400 hingga 500 pasukan yang ikut bersamanya, ditambah dengan suplai makanan.

Jeanne memimpin pasukan Perancis dalam beragam pertempuran, seperti Pengepungan Orleans, dan Pertempuran Patay. Jeanne juga berhasil memimpin Perancis untuk memasuki kota Troyes, tanpa pertumpahan darah sama sekali. Dengan mundurnya pasukan Inggris dari benteng-benteng yang ada di sekitar Orleans, dan kota Troyes yang terbuka, maka perjalanan Charles VII menuju Reims juga berjalan lancar tanpa hambatan. Charles VII dimahkotakan sebagai raja Perancis di Katedral Reims pada tanggal 17 Juli 1429.



Beberapa waktu setelah pengangkatan Charles VII sebagai raja, terjadi perjanjian rahasia antara perwakilan Perancis dengan pihak Burgundi. Charles lebih menginginkan cara diplomatis untuk menyelesaikan perang, dan memotong anggaran militer. Dan pada tanggal 10 September 1429, Charles VII sepakat untuk mengadakan gencatan senjata dengan pihak Burgundi, yang menjanjikan bahwa akan memberikan Paris kepadanya dalam waktu 15 hari. Gencatan senjata ini hanya trik mengulur waktu untuk mempersiapkan pertahanan Paris.

Setelah itu, Jeanne masih memberikan satu lagi kemenangan gemilang Perancis di pertempuran Saint-Pierre-le-Moustier pada tanggal 4 November 1429. Jeanne kemudian mempersiapkan pertempuran La Charité, namun pertempuran itu gagal karena pasukan tambahan yang dijanjikan Charles VII tidak pernah datang.

Pertempuran terakhir Jeanne terjadi di Compiègne, sebuah kota yang menolak untuk dikembalikan kepada pihak Burgundi, dan memilih berada di pihak Perancis (Charles VII). Warga kota meminta pertolongan, namun tidak mendapat respon baik dari raja. Jeanne pergi menuju kota itu, tanpa pasukan besar dan masih tetap menunggu pasukan tambahan yang tak pernah datang. Di kota itu, pertempuran terjadi di luar tembok kota, dan pasukan Burgundi yang dibantu dengan pasukan Inggris berhasil memukul mundur pasukan Perancis yang bergerak masuk ke dalam kota. Komandan kota Compiègne terpaksa menutup gerbang sebelum semua pasukan Perancis masuk, termasuk Jeanne. Jeanne sendiri tertangkap oleh pihak Burgundi di pertarungan terakhirnya ini.


lukisan yang menceritakan penangkapan Jeanne oleh tentara Burgundi

Jeanne kemudian dibawa ke kastil Beaurevoir milik Burgundi. Saat masih dipenjara di kastil itu, Jeanne sempat mencoba melarikan diri dengan cara melompat dari menara. Dia tidak berhasil melarikan diri, namun juga tidak menderita luka-luka yang serius selain lebam dan lecet. Dan pada bulan Desember 1430, Jeanne dipindahkan ke Kastil Rouen, kastil yang berada diwilayah kekuasaan Inggris. Hal ini disebabkan karena Charles VII tidak mampu membayar ransom, sehingga akhirnya pihak Burgundi menyerahkan Jeanne kepada pihak Inggris.

Pengadilan atas Jeanne dimulai pada tanggal 9 Januari 1431. Duke of Bedford (John of Bedford) menyalahkan Jeanne atas tindakannya yang mengklaim tahta raja Perancis kepada Charles VII. Tuduhan lainnya karena Jeanne menggunakan pakaian laki-laki, dan tuduhan sesat (karena Jeanne mengaku mendengar “suara-suara”). Salah satu orang yang turut ambil bagian dalam pengadilan Jeanne adalah Uskup Pierre Cauchon, yang merupakan orang pro-Inggris.

Eksekusi mati atas dirinya diturunkan pada tanggal 30 Mei 1431, dengan cara dibakar hidup-hidup pada tiang. Eksekusi ini diadakan karena Jeanne kedapatan beberapa kali mengenakan pakaian laki-laki, dan tidak mengenakan pakaian perempuan yang diberikan kepadanya. Ada beberapa alasan berbeda mengapa dia tidak memakai pakaian perempuan itu, salah satunya adalah menghindari pelecehan seksual. Jeanne ditempatkan di penjara umum, dan dia adalah wanita satu-satunya di sana.


penggambaran eksekusi mati atas Jeanne

Perang 100 Tahun memang masih berlangsung, walaupun setelah wafatnya Jeanne. Pada tahun 1435, pihak Burgundi akhirnya kembali ke pihak Perancis dan tidak menjadi sekutu Inggris, setahun kemudian Perancis akhirnya berhasil merebut Paris, dan disusul dengan Rouen. Dengan kembalinya Rouen ke tangan Perancis, hal ini menandakan berakhirnya kependudukan Inggris atas Perancis.

Pada tahun 1455, diadakan penyelidikan ulang atas pengadilan Jeanne, yang disahkan oleh Paus Calixtus III. Setelah dilakukan penyelidikan secara menyeluruh, dinyatakan bahwa Jeanne tidak bersalah dan semua tuduhannya dicabut pada tahun 1456.

Jeanne memperoleh gelar beata pada tahun 1909, lalu kemudian Kanonisasi terhadap dirinya dilakukan pada 16 Mei 1920 oleh Paus Benediktus XV, dan akhirnya diangkat sebagai Santa.



bersambung ke halaman 3



Jeanne, selama karirnya tercatat pernah memimpin pasukan Perancis menuju kemenangan gemilang dalam beberapa pertempuran. Walau terjun ke dalam medan tempur, Jeanne bergerak untuk memimpin para prajurit dan menyemangati mereka. Dia lebih memilih menggunakan benderanya (standard) ketimbang pedangnya. Pedang Jeanne hanyalah simbol dari kepemimpinannya saja, dan tidak pernah dia pakai dalam pertempuran.

Nah, di bawah ini adalah beberapa ringkasan singkat mengenai pertempuran-pertempuran yang pernah dimenangkan oleh pihak Perancis, dengan Jeanne yang memimpin pasukannya.

Siege of Orleans/Pengepungan Orleans



Saat datang pertama kali, Jeanne sama sekali tidak mengetahui rute menuju Orleans. Awalnya, dia bertujuan ingin datang dari arah utara, di daerah berbahaya yang terdapat banyak benteng Inggris. Namun Jean de Dunois, komandan Orleans, menginstruksikan rombongan Jeanne agar datang dari arah selatan dan menyisiri pinggiran sungai Loire, tanpa sepengetahuan Jeanne. Jeanne akhirnya bertemu dengan Dunois yang mendatangi rombongannya dengan cara menyeberani sungai. Selain itu, keinginan Jeanne untuk menyerang benteng St. Jean-le-Blanc (milik Inggris) juga ditolak oleh Dunois. Komandan itu akhirnya berhasil membujuk dan meyakinkan Jeanne untuk membawa suplai terlebih dahulu ke Orleans. Pengiriman suplai dilakukan melalui jalan sungai, sementara pasukan infantri Perancis mengecoh perhatian pasukan Inggris yang ada di benteng Saint Loup. Benteng itu berada di seberang sungai. Dengan cara ini, Jeanne dan pasukannya serta suplai makanan berhasil memasuki Orleans pada malam hari.

Penyerangan di Saint Loup


penggambaran Jeanne oleh Milla Jovovich

Dengan datangnya pasukan tambahan, Dunois menginstruksikan untuk menyerang benteng Saint Loup beberapa hari setelah kedatangan Jeanne. Namun Jeanne tampaknya tidak mengetahui prihal penyerangan ini, dan tertidur sehingga nyaris terlambat datang. Saat Jeanne datang, perang masih berlangsung. Kedatangan Jeanne membawa efek luar biasa kepada naiknya semangat pasukan Perancis yang berada di medan pertempuran. Benteng Saint Loup akhirnya berhasil ditaklukan oleh Perancis, dengan total 140 prajurit Inggris yang terbunuh, dan 40 dijadikan tahanan perang. Saat mengetahui bahwa Saint Loup berhasil direbut Perancis, komandan Inggris John Talbot menyingkir ke utara.

Penyerangan di Saint Augustines

Dua hari setelah suksesnya penyerangan di Saint Loup, pasukan Perancis bergerak untuk menyerang benteng Inggris yang terletak di selatan, yakni St. Jean-le-Blanc. Rencana Perancis sudah bisa diterka oleh komandan Inggris, William Glasdale, yang memerintahkan penghancuran benteng St. Jean-le-Blanc, dan memindahkan semua pasukannya ke benteng Boulevart-Tourelles-Augustines. Benteng St. Jean-le-Blanc dapat direbut pasukan Perancis dengan mudah.  Namun, sebelum hari malam, pasukan Perancis juga berhasil merebut benteng Saint Augustins, dengan dipimpin Jeanne dan La Hire. Kini pasukan Inggris terdesak di benteng Tourelles.

Penyerangan di Tourelles

Semalam setelah penyerangan di Saint Augustines, Jeanne memutuskan untuk menyerang benteng Boulevart milik Inggris, dan seterusnya adalah menyerang Tourelles . Saat penyerangan di Boulevart terjadi, Jeanne mengalami luka akibat panah yang menancap di dada dekat dengan bahu kirinya. Jeanne terluka saat mencoba menaiki tangga untuk mencapai puncak benteng. Jeanne yang terluka di bawa ke tempat aman untuk diobati. Ada beberapa keterangan mengenai luka Jeanne, Pasquerel mengatakan bahwa panah itu menancap hingga menembus punggung, sedangkan Dunois berkata bahwa panah itu tertancap masuk ke dalam badan namun tidak sampai menembus. Jeanne sendiri yang menarik panah tersebut keluar dari badannya, dan luka panah itu kemudian diobati dan diperban. Jeanne beristirahat selama beberapa jam sebelum akhirnya kembali lagi ke medan tempur.


penggambaran Jeanne oleh Leelee Sobieski saat berhasil merebut Tourelles

Pasukan Perancis berhasil memukul mundur pasukan Inggris dan merebut Boulevart. Kini pasukan Inggris terpojok di Tourelles. Serangan dilakukan dari kedua sisi, baik dari sisi Boulevart, maupun sisi Orleans. Pasukan Inggris yang tersisa berhasil dikalahkan.

Loire Valley Campaign


Pada tanggal 10 Mei 1429, Jeanne bertemu untuk pertama kalinya dengan Charles VII di kota Tours. Di hari yang sama, Dunois juga merencanakan untuk menyerang Jargeau. Lalu pada tanggal 9 Juni 1429 para tentara Perancis di bawah pimpinan d’Alenqon berangkat untuk menyerang Jargeau, yang dijaga oleh pasukan Inggris dibawah komando dari Suffolk. Sehari setelahnya, pasukan Perancis yang dipimpin oleh Dunois juga datang membantu. Pertempuran pertama kali terjadi di tanggal 11 Juni, dan pada hari setelahnya pasukan Perancis mulai menaiki tembok pertahanan Jargeau. Pada pristiwa inilah, Jeanne terkena hantaman bola meriam di helmnya. Walau begitu, dia segera bangkit berdiri, dan melanjutkan penyerangan. Jargeau berhasil ditaklukan, dan Suffok ditangkap.

Pada tanggal 15 Juni, pasukan Perancis bergerak menuju Meung dan dengan berhasil mengusir pasukan Inggris di sana. Kemudian mereka bergerak kembali menuju Beaugency. Di sana, pasukan Perancis terus membombardir tembok pertahanan Beaugency, dan berhasil menaklukannya pada tanggal 16 Juni. Pasukan Inggris yang tersisa, menyerah dan pergi pada keesokan paginya, dan di hari yang sama pasukan dari de Richemont (Perancis) juga datang. D’Alenqon memerintahkan agar pasukan Inggris keluar dan pergi dari Beaugency, karena mengetahui bahwa akan datang pasukan tambahan Inggris yang terdiri dari pasukan Fastlof dan Talbot.

Pertempuran Patay

Pasukan Fastlof dan Talbot datang pada tanggal 17 Juni ke Beaugency, tanpa menyadari bahwa kota tersebut sudah diambil alih oleh pihak Perancis. Pasukan Inggris kemudian menyingkir dan bergerak menuju Janville. Sebelum mencapai Janville, mereka beristirahat sejenak di Patay. Kedatangan pasukan Inggris ini sudah diketahui oleh pihak Perancis, dan Jeanne mengusulkan agar mereka melakukan serangan mendadak secepat mungkin.


penggambaran Pertempuran Patay

Pasukan Perancis mengirim pasukan pengintai untuk mendekati Inggris, dan mencari tahu bagaimana posisi mereka. Pasukan Inggris, yang juga terdiri dari 500 pemanah di bawah komando Talbot, tengah mempersiapkan diri. Mereka tidak menyadari bahwa pasukan pengintai Perancis berada dekat dengan mereka. Di saat inilah, para pemanah itu melihat seekor rusa, dan malah berpencar untuk memburu rusa itu. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh pasukan pengintai Perancis, yang segera mengabarkan hal tersebut.

Saat mengetahui semua posisi pasukan Inggris, pasukan Perancis dibawah komando D’Alenqon datang dan menyerbu. Pasukan Perancis yang terdiri dari pasukan dengan armor berat, berhasil menyapu pasukan Inggris, termasuk para pemanahnya yang tidak siap. Pertempuran Patay dimenangkan oleh Perancis dengan gemilang, dan juga berhasil menangkap Talbot.

Penutup



Walaupun memang perang 100 tahun berlanjut selama 22 tahun setelah meninggalnya Jeanne, tapi kontribusinya dalam peperangan itu tetap dikenang. Dia menjadi pahlawan nasional Perancis. Ia diberikan gelar beata pada tahun 1909, lalu kemudian Kanonisasi terhadap dirinya dilakukan pada 16 Mei 1920 oleh Paus Benediktus XV. Ia menjadi salah satu santa paling populer di gereja Katolik Roma. Jeanne diangkat menjadi orang suci bukan karena dia turun ke medan pertempuran, melainkan karena pengakuan imannya yang kuat.

Jeanne bukan saja dihormati karena kegigihannya membela tanah airnya, tapi tentu saja karena iman dan kepercayaannya. Kisah hidupnya yang heroik, namun singkat ini telah menginspirasi orang, dan banyak wanita. Di Perancis ia dijuluki La Pucelle yang berarti "sang dara" atau "sang perawan". Libur nasional Perancis untuk penghormatan dirinya diadakan pada hari Minggu kedua di bulan Mei. Sedangkan pada tanggal 30 Mei adalah tanggal pesta penghormatannya oleh Gereja Katolik.

Kisah kepahlawanan Jeanne yang heroik dan berani itu juga menginspirasikan banyak orang untuk membuat beragam karya yang menceritakan mengenai dirinya

SUMBER
0 Komentar untuk "Riwayat singkat Jeanne d'Arc, pahlawan Perancis Abad Pertengahan"

 
Copyright © 2014 Indo Artileri - All Rights Reserved
Template By. Catatan Info