Indo Artileri

Kembalilah Jaya Indonesiaku

Kami Membutuhkanmu Soekarno

Kembalilah

LOUIS XIV & KEBUSUKAN ABSOLUTISME

Sebelum pecahnya Revolusi Perancis pada tahun 1789, Perancis merupakan negara yang sarat dengan absolutisme raja-rajanya. Namun, bagi saya hanya ada satu nama yang paling identik dengan absolutisme itu, yakni Louis XIV. Louis XIV merupakan seorang raja yang memiliki masa kepemimpinan paling lama dengan memerintah selama kurang lebih 72
tahun. Raja yang dikenal sebagai Raja Matahari tersebut lahir pada tanggal 5 September 1638 dan meninggal pada 1 September 1715. Berbicara mengenai Louis XIV akan membawa kita pada salah satu periode kelam dalam sejarah Perancis. Louis XIV adalah anak dari Raja Louis

XIII. Louis XIV harus menjalankan sisa hidupnya tanpa kehadiran sang ayah sejak berusia lima tahun. Tatkala masih berusia lima tahun, Louis XIV sudah didaulat menjadi seorang raja, namun karena raja kecil itu masih terlalu muda, maka ia
diwakili oleh seorang kardinal muda, Mazarin. Masalah kenegaraan diambil alih sepenuhnya oleh Louis setelah Mazarin tutup usia pada tahun 1961. Louis
meletakan pemerintahannya di atas fondasi keagamaan dan mengklaim kekuasaan
mutlaknya sebagai hak ilahi.


Beberapa karakteristik yang menjadi  lambang dari absolutisme di masa Louis XIV adalah pemerintahan tanpa
undang-undang, tanpa Dewan Legislatif, tanpa kepastian hukum, tanpa anggaran
belanja pasti, serta tanpa dibatasi oleh kekuasaan apapun. Selain itu, Louis
XIV terkenal dengan pernyataannya, L’etat
c’est moi
yang berarti negara adalah saya. Pernyataan tersebut menjadi simbol
akan  masa keemasan absolutisme di ranah
Perancis. Sistem otonomi daerah juga absen selama masa pemerintahannya. Louis
menghancurkan pemerintahan lokal dan kota yang independen dengan mendirikan
berbagai dewan kotapraja yang diketuai oleh intendant.
Intendant merupakan pengawas yang mewakili Louis. Dengan demikian, pemerintah pusat memegang kendali penuh terhadap
daerah.

Selama masa pemerintahan Louis XIV,
kebebasan beragama bagi kaum Huguenots hangus begitu saja setelah Edict of Nantes ditarik pada tahun 1679.  Penghancuran gedung gereja seolah menjadi
puncak kemalangan kaum Huguenots. Louis XIV ingin semuanya memeluk Katolik
sehingga semua pendeta dan anak-anak Huguenots harus menjadi umat Katolik. Saat
itu, ada banyak orang Huguenots yang meninggalkan Perancis dan memulai
petualangan baru di negeri seberang.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeEt50ygj8zDPXCffZblz1cvKym0nbzRDco5tLidPFTh7ShBy1BJ4OJHa8qHVIMz1S4DWuvgM2tgM5-FwpMN86IZjBLi8I9ayLJypAkc3K2ZxInR19WP_oWz5HEnOrC-9G40xSrbKt264W/s320/French_Revolution_Louis_XVI_Execution.jpg
Perancis di bawah Louis XIV bukanlah
bentuk dari sebuah negara yang ideal. Kita sudah mengetahui bagaimana
undang-undang tidak hadir pada masa pemerintahannya. Inilah pemerintahan monarki
absolut yang mewarnai sejarah panjang Perancis sebagai sebuah negara besar.
Dengan tidak adanya Badan Legislatif, maka jangan harap undang-undang akan
muncul sebagai sebuah peraturan. Akibatnya, segala peraturan dibuat sendiri
oleh raja dan tentunya berdasarkan prinsip subjektivitas. Semua peraturan yang
ditetapkan semasa kepemimpinan Louis XIV sangat condong pada kepentingan pribadinya.
Mengacu pada definisi dari negara, maka kita akan mendapati bahwa ada
masyarakat luas sebagai penghuni suatu negara dan ada pemerintah. Permasalahannya
adalah mengapa seluruh prinsip di negara tersebut sepenuhnya bersumber dari
raja Louis? Di manakah rakyat? Tentu saja rakyat tak mendapatkan porsi dalam
hal ini. Inilah absolutisme yang begitu tajam pada zaman itu.
Ucapan Louis bahwa “negara adalah
saya” sesungguhnya terlihat begitu memalukan. Bagaimana mungkin negara yang
terdiri atas begitu banyak umat manusia disempitkan menjadi sebatas dirinya
saja? Ini sangatlah tidak masuk akal bagi kita, namun menjadi sesuatu yang
biasa di mata penganut ajaran absolutisme tersebut. Dengan menerapkan
absolutisme, penindasan banyak terjadi khususnya terhadap orang-orang
Huguenots. Bagi saya, keadaan negara yang demikian lebih mengacu pada
pengertian negara menurut Marx yang mengemukakan bahwa negara adalah alat kelas
yang berkuasa untuk menindas kelas lain dan menurut saya pengertian semacam itu
tidaklah tepat, karena di dalam negara seharusnya pemerintah menjadi hamba
Allah dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dengan benar sebagai warga
kerajaan Allah.

Estates General
bungkam di bawah kekuasaan Louis XIV. Louis tak pernah memanggil Estates General selama masa
pemerintahannya yang panjang. Bagi saya, orang sekaliber Louis tetaplah manusia
biasa dan memerlukan sokongan dari pihak lain di luar dirinya. Sebagai seorang
raja, semestinya Louis banyak berkomunikasi dan memaksimalkan peran dari Estates General demi kemajuan dari
negara Perancis. Keputusan raja tidaklah mutlak benar dan pasti ada banyak
kesalahan di dalamnya, namun saya rasa Louis terlalu berani mengumbar
prinsipnya yang kental dengan kesalahan tanpa membuka pintu bagi pihak lain
untuk melengkapi atau memperbaiki. Andaikan Indonesia mengulangi model
pemerintahan Louis XIV, kira-kira bagaimana nasib bangsa ini? Tentu saja
Indonesia akan didominasi oleh pandangan-pandangan egoistik yang hanya berdasar
pada kepentingan diri dan tidak mengedepankan nilai-nilai sosial
kemasyarakatan.
Bagaimana dengan sentralisasi
terpusat yang diterapkan oleh Louis XIV? Tentu saja tidak tepat. Pemerintah
pusat sesungguhnya tidak benar-benar tahu akan permasalahan di daerah, oleh
karena itu daerah tetap perlu diberikan wewenang untuk mengatur sendiri
urusannya. Selain itu, kewenangan yang dilimpahkan pada pemerintah lokal juga
dapat membuat suatu daerah menjadi mandiri dan tidak melulu bergantung pada
pemerintah pusat. Hanya sayang, Louis tidak mengindahkan semua hal tersebut dan
mendirikan dewan kotapraja yang dengan intendant
sebagai tangan kanan Louis. Dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah
lokal dan kota yang independen, sesungguhnya fokus negara dapat dialihkan
kepada objek lain yang lebih memerlukan perhatian dan secara otomatis beban
pemerintah pusat menjadi berkurang. Tapi Louis yang rakus ternyata ingin
menelan semuanya sendirian tanpa memberikan kesempatan pada pemerintah lokal
untuk berkembang.

Jauh sebelum Louis XIV menunjukan
batang hidungnya di bumi, pemerintah Perancis sudah dibuat pusing dengan
kehadiran kaum Huguenots. Raja-raja terdahulu yang berkuasa atas politik dan
agama tentu saja khawatir akan perubahan dalam keagamaan yang akan menular ke
bidang politik. Oleh karena itu, kaum Huguenots ditolak mentah-mentah. Di bawah
kekuasaan Louis XIV, kaum Huguenots lebih dari sekadar ditolak, karena mereka
bahkan dipaksa menjadi orang Katolik. Doktrin Katolik pada saat itu sangatlah
kacau, tetapi dianut oleh banyak pihak. Seperti biasa, kelompok minoritas
selalu ditindas dan dikesampingkan padahal minoritas belum tentu salah.
Menghidupi sesuatu yang salah sudah
menjadi kesukaan banyak orang. Sadar atau tidak, mereka merasa nyaman berada di
lingkungan yang nihil kebenaran. Saya sendiri tak habis pikir bagaimana Louis
dapat menolak Protestan yang dibalut dengan kebenaran. Memang, tradisi
turun-temurun yang menolak kaum Huguenots sudah mendarah daging, tetapi rantai
itu bisa saja terputus jikalau Louis mempunyai kepekaan dan kejelian dalam
memandang sesuatu. Bagi saya, orang-orang Huguenots yang pergi sebelum ataupun
sesudah pembatalan Edict of Nantes

merupakan kerugian besar bagi Perancis, apalagi mereka yang pergi bukanlah
orang biasa. Di sini, kesempatan untuk menggali kebenaran dari Doktrin
Protestan orang-orang Huguenots yang terlatih menjadi berkurang drastis dan
tidak seorang pun tahu kapan kesempatan untuk mengetahui kebenaran itu datang
lagi.

Sosok seorang Louis XIV cukup populer
di dunia maya. Setiap orang, mulai dari orang-orang politik hingga rakyat
jelata dapat membaca sejarah hidup dari the
Sun King
tersebut. Apakah orang-orang politik akan terinspirasi oleh
absolutisme Louis XIV atau malah menyadari bahaya dari absolutisme itu setelah
mengetahui sejarah kelam Perancis? Bagaimana dengan kita? Setiap orang dapat
memberikan respon berbeda seusai mendalami sesuatu. Sebagai umat Kristiani,
kita kaya akan pengetahuan Firman Tuhan, akan tetapi jika hidup kita
mencerminkan kehidupan seorang Louis XIV, maka kita wajib bertanya apakah kita
sungguh-sungguh layak mengaku sebagai orang Kristen.
0 Komentar untuk "LOUIS XIV & KEBUSUKAN ABSOLUTISME"

 
Copyright © 2014 Indo Artileri - All Rights Reserved
Template By. Catatan Info