Kerajaan Islam di Sumatra
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai terletak di Aceh, merupakan kerajaan Islam pertama di Aceh, merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meruah Silu pada tahun 1267 M. Bukti - bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja - raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan di desa Beuringin, kecamatan Samudra, sebelah timur Lhokseumawe.
Di antara makam raja - raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik Al - Saleh, Raja Pasai Pertama. Malik al - Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam, dan merupakan sultan Islam pertama di Indonesia.
Pada masa jayanya, Samudra Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas Utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan besar, Samudra Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudra Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam. Seiring perkembangan zaman, Samudra Pasai mengalami kemunduran, hingga ditaklukan oleh Majapahit sekitar tahun 1360 M. Pada tahun 1524 M ditaklukan oleh kerajaan Aceh.
Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan besar, pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu.
Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al - Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan.
2. Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudra Pasai, Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudra Pasai ditaklukan oleh Majapahit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami kemunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke - 14 M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah.
A. Letak Kerajaan Aceh Darussalam
Pada awalnya, wilayah Kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naik tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukan kerajaan Samudra Pasai.
Kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari penaklukan kerajaan - kerajaan kecil di sekitarnya. Sejarah mencatat bahwa, usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi Aceh dengan menaklukan kerajaan - kerajaan kecil yang sudah berada di bawah portugis berjalan lancar. Dengan jatuhnya Pasai pada tahun 1524 M, Aceh Darussalam menjadi satu - satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut.
Dalam sejarahnya, Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa Sultan Iskandar Muda (1590 - 1636). Pada masa itu, Aceh merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara. Kerajaan Aceh pada masa itu juga memiliki hubungan diplomatik dengan dinasti Usmani di Turki, Inggris dan Belanda. Pada masa Iskandar Muda, Aceh pernah mengirim utusan ke Turki Usmani dengan membawa hadiah. Kunjungan ini diterima oleh Khalifah Turki Usmani dan ia mengirim hadiah balasan berupa sebuah meriam dan penasehat militer untuk membantu memperkuat angkatan perang Aceh. Wilayah kekuasaan Aceh mencapai Pariaman wilayah pesisir Sumatra Barat.
B. Kehidupan Ekonomi
Perekonomian Kerajaan Aceh berkembang pesat, daerahnya yang subur banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah - daerah pantai timur dan barat Sumatra menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting timah dan lada. Kapal - kapal Aceh aktif dalam perdagangan dan pelayaran sampai Laut Merah.
C. Kehidupan Budaya
Kejayaan yang dialami oleh kerajaan Aceh tersebut tidak banyak diketahui dalam bidang kebudayaan. Walaupun ada perkembangan dalam bidan gkebudayaan, tetapi tidak sepesat perkembangan dalam aktivitas perekonomian. Peninggalan kebudayaan yang terlihat nyata adalah Masjid Baiturrahman.
D. Penyebab Kemunduran Kerajaan Aceh
1) Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, tidak ada raja - raja besar yang mampu mengendalikan daerah Aceh yang demikian luas. Di bawah Sultan Iskandar Thani, sebagai pengganti Sultan Iskandar Muda, kemunduran itu mulai terasa dan terlebih lagi setelah meninggalnya Sultan Iskandar Thani.
2) Daerah kekuasaannya banyak yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, Perlak, Minangkabau dan Siak.
3. Kesultanan Palembang
A. Sejarah Berdirinya Kesultanan Palembang
Sebelum berdiri Kesultanan Palembang, telah berdiri kerajaan Palembang, dari Kiyai Gede Sedo Ing Lautan hingga Pangeran Sedo Ing Rejek. Saat itu Palembang menjadi wilayah kekuasaan Demak dan Mataram. Pangeran Ario Kesumo mendirikan kesultanan Palembang Darussalam. Sebagai Sultan pertama dia bergelar Sultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin Sayyidatul Iman, yang memerintah dari tahun 1659 - 1706.
Dalam tahun 1703, beliau menobatkan seorang putranya dari Ratu Agung sebagai Raja Palembang Darussalam yang kedua dengan gelar Sultan Muhammad Mansur Jayo Ing Lago (1706 - 1714). Dalam tahun 1709 Sultan Muhammad Mansur Menobatkan puteranya yang sulung, Raden Abubakar, menjadi Pangeran Ratu Purboyo.
Pada tahun 1813, Sultan Mahmud Badaruddin II kembali ke Palembang, memegang tampuk pemerintahan Kesultanan (1813 - 1821). Saat itu, Sultan Mahmud Badaruddin II menobatkan putra sulungnya menjadi raja dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu (1819 - 1821), kemudian Sultan Mahmud Badaruddin bergelar Susuhunan.
Setelah Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan (1821) beliau digantikan putra sulung Sultan Ahmad Najamuddin II bernama Raden Ahmad dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom (1821 - 1823). Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom juga melakukan perlawanan terhadap Belanda. DIa ditangkap kemudian dibuang ke Banda, lalu ke Manado. Lantaran seringnya para Sultan Palembang melakukan perlawanan, tahun 1825, Belanda akhirnya membubarkan kesultanan Palembang Darussalam.
B. Kehidupan Sosial - Budaya
Struktur penduduk dalam pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam terbagi ke dalam dua golongan, yaitu :
1) Priyayi. Golongan ini merupakan turunan raja - raja (sultan - sultan) atau kaum ningrat.
2) Rakyat. Golongan ini terbagi ke dalam dua kelompok. Pertama Kelompok "miji" atau di daerah pedalaman. Kedua, kelompok "senan", yaitu golongan rakyat yang lebih rendah dari miji, namun memiliki keistimewaan tersendiri. Maksudnya, kelompok ini tidak boleh dipekerjakan oleh siapapun kecuali hanya untuk sultan. Misalnya membuat atau memperbaiki perahu - perahu dan rumah - rumah sultan atau mendayung perahu untuknya.
0 Komentar untuk "Sejarah Kerajaan Islam di Sumatra"