Pertahanan negara menjadi salah satu aspek penting dalam menjamin eksistensi dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pertahanan negara yang kokoh akan mampu mewujudkan bangsa yang kuat. Pembangunan pertahanan yang kuat menuntut dipenuhinya kebutuhan Alutsista modern.
Bagi Indonesia pembangunan kekuatan melalui modernisasi Alutsista bukan saja pilihan tetapi menjadi suatu keharusan. Peran TNI kedepan tidak hanya sebagai pengawal kedaulatan bangsa dan negara tetapi juga dituntut untuk mampu melaksanakan tugas-tugas perdamaian dunia maupun tugas-tugas kemanusiaan tingkat regional dan global.
Namun dengan demikian bahwa pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI yang modern dengan teknologi mutakhir membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Oleh karena itu pemerintah mendorong adanya pemberdayaan Industri Pertahanan nasional agar mampu memenuhi kebutuhan Alutsista TNI mewujudkan kekuataan pokok TNI sampai 2024.
Industri pertahanan dalam negeri yang sempat kolaps pada awal era reformasi, pada tahun 2004 dibangun kembali yang diawali dengan diadakannya Roundtable Discussion di Kementerian Pertahanan. Roundtable Discussion tersebut dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dimaksudkan untuk revitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Pada tahun 2010, melalui Perpres no. 42 tahun 2010, lahirlah Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
Komite yang dipimpin langsung oleh Presiden ini bertugas menentukan arah strategis pembangunan industri pertahanan dalam negeri. Didalamnya terdapat lima Menteri Kabinet yang terkait yaitu Menteri Pertahanan sebagai leading sektor, Menteri BUMN, Menteri Perindustrian, Menteri Riset dan Teknologi dan Menteri Keuangan.
Tugas pokok KKIP adalah membina industri pertahanan dalam negeri yang setelah tahun 1998 terjadi kebangkrutan akibat krisis. KKIP juga menyusun rencana induk dan cetak biru industri pertahananan dengan mengutamakan produksi dalam negeri. Selain itu, KKIP juga bertugas mendorong percepatan pembangunan MEF TNI untuk operasi militer dengan pendanaan dari APBN.
Keberadaan KKIP sangat berarti bagi PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, maupun PT PAL, sebagai tiga industri pertahanan terbesar milik negara. KKIP-lah yang berkontribusi membentuk masterplan revitalisasi industri pertahanan, kriteria industri pertahanan, kebijakan dasar pengadaan Alutsista TNI dan Polri, serta verifikasi kemampuan industri pertahanan dan revitalisasi manajemen BUMN Industri Pertahanan.
KKIP dibentuk untuk mengawal pembangunan Alutsista dalam negeri hingga 2029 yang dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama, 2010 hingga 2014, KKIP mencanangkan empat program strategis, meliputi penetapan program revitalisasi industri pertahanan, stabilisasi dan optimalisasi industri pertahanan, penyiapan regulasi industri pertahanan dan penyiapan produk masa depan dan hampir semua program sudah terealisasi.
Pada tahun 2012, lahirlah Undang-Undang No. 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Lahirnya UU Industri Pertahanan merupakan perkembangan baik karena memberikan guideline bagi semua pelaku. UU Industri Pertahanan sangat strategis dan fundamental untuk membangkitkan kembali industri pertahanan. Adanya UU ini diyakini akan mendorong kemampuan memproduksi dan pengembangan jasa pemeliharaan dari industri pertahanan semakin berkembang.
Dengan demikian hal tersebut akan membawa dampak bagi proses modernisasi Alutsista. Target Alutsista yang akan dicapai adalah Alutsista yang memiliki mobilitas tinggi dan daya pukul. Sedang target industri pertahanan adalah mewujudkan kemampuan memenuhi permintaan pasar dalam negeri, kemampuan bersaing di pasar internasional serta kemampuan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Terkait perkembangan Alutsista masa depan, KKIP telah mencanangkan program new future products yang meliputi Pesawat Tempur IFX, pesawat angkut, kapal selam, kapal perang atas air, roket, peluru kendali, pesawat terbang tanpa awak, radar, combat management sistem, alat komunikasi, amunisi kaliber besar, bom udara, torpedo, propelan, kendaraan tempur, serta kendaraan taktis.
Pada 2029 diharapkan industri pertahanan Indonesia sudah bisa disejajarkan dengan industri pertahanan dunia. Dengan terwujudnya kebangkitan industri pertahanan dalam negeri, Indonesia siap bersaing dengan pasar internasional.
Negara yang baik (ideal) adalah negara yang mampu memproduksi Alutsista dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi sehingga dapat menjual (mengekspor) Alutsistanya ke luar negeri. Kondisi ini memberikan keuntungan karena ancaman yang diperoleh NKRI akan meningkatkan kebutuhan penyediaan Alutsista TNI.
Tahap selanjutnya peningkatan kebutuhan Alutsista TNI meningkatkan kebutuhan pengembangan industri pertahanan. Sehingga secara ringkas dapat dikatakan ancaman dapat meningkatkan kemampuan pertahanan negara juga kemampuan ekonomi nasional.
Negara Indonesia wajib memproduksi alat utama sistem senjata (Alutsista) sendiri, Alutsista yang dapat diproduksi di dalam negeri wajib kita adakan sendiri, Alutsista modern telah diproduksi oleh industri pertahanan dalam negeri bersama kekuatan Alutsista yang modern, sarana untuk berlatih tempur dan pendidikan memelihara keamanan juga telah dibangun pemerintah.
Sehingga diharapkan TNI memiliki kekuatan pasukan yang andal serta dilengkapi dengan sistem persenjataan yang modern. Namun ini bukan mengartikan Indonesia hendak membangun kekuatan militer yang agresif. Kita ingin menjadikan TNI memiliki kekuatan pertahanan yang andal, terlatih bermanuver secara baik, terdidik dan dipersenjatai dengan Alutsista yang semakin canggih.
Minimum Essential Force (MEF) tahap I (2010-2014) membawa perkembangan bagi geliat industri pertahanan dalam negeri. Kita melihat sesuatu yang lebih dengan melihat kemandirian teknologi dan regulasi kebijakan pertahanan, regulasi kebijakan pertahanan itu mengatur pengembangan industri pertahanan dan pembangunan SDM. Jika terjadi pengadaan maka harus ada transfer of technology untuk peningkatan SDM-nya baik dari TNI maupun non TNI dan saat ini Indonesia memiliki beberapa SDM yang mampu memproduk Alutsista sendiri.
Pembangunan TNI melalui pencapaian MEF pada bidang Alutsista telah dilaksanakan dengan rematerialisasi, pengadaan, dislokasi kekuatan, dan revitalisasi satuan TNI sesuai dengan ancaman yang berkembang.
Sedangkan dalam bidang penelitian dan pengembangan, Kementerian Pertahanan telah berhasil dengan sukses melaksanakan uji coba penembakan roket 122-RHAN dan pengembangan beberapa prototype small jet engine 200 newton untuk rudal jelajah surface to surface jarak 100-150 KM, pembuatan warhead dengan impac fuze untuk pengembangan roket caliber 200 mm, pembuatan material komposit aluminium paduan, glide smart bomb, alat komunikasi (Alkom) manpack VHF/FM ground to air, alat komunikasi tempur (Alkompur) UHF handheld dan repeater serta pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X.
(Berbagai Sumber)/JKGR
0 Komentar untuk "Membangun Kemandirian Pertahanan RI (Part 2)"