Suratan takdir membawa dua bangsa ini menjadi dekat. Dulu, Uni Soviet merupakan salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengecam agresi militer Belanda pertama pada 1948.
Sesaat setelah Republik Indonesia merdeka, Soviet memberi dukungan. Menteri Luar Negeri Soviet Andrei Vyshinsky mengucapkan selamat atas lahirnya negara baru di Tanah Air.
Indonesia lantas berinsiatif membuka komunikasi, melalui telegram yang dikirim Wakil Presiden Muhammad Hatta.
Negara komunis yang nantinya menjadi Federasi Rusia itu secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan negara muda di khatulistiwa ini mulai 3 Februari 1950.
Selama era Presiden Soekarno, hubungan RI-Soviet mengalami masa bulan madu. Pada 1956-1960, Indonesia memperoleh banyak dukungan dalam bidang militer dan ekonomi dari negara komunis tersebut.
Soviet menyokong terbentuknya Rumah Sakit Persahabatan di Jakarta hingga menghibahkan beberapa teknologi untuk pembangunan reaktor nuklir Serpong.
Belum termasuk dukungan alutsista senilai USD 2,5 miliar berupa Kapal Perang tipe Sverdlov, 12 kapal selam kelas Whiskey, 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed, maupun 30 unit pesawat MiG-15. Semuanya digunakan Indonesia saat menggelar operasi Trikora merebut Papua dari pendudukan Belanda.
Sebaliknya, warga Rusia gandrung dengan budaya Indonesia. Selama era Presiden Soekarno, lima kampus di Soviet membuka jurusan Sastra Indonesia.
Cukup banyak pakar budaya Indonesia lahir berkat jurusan tersebut, misalnya Profesor Alexey Durgov. Musik gamelan serta bermacam tari-tarian dari Tanah Air masih dipelajari oleh warga Rusia sampai sekarang.
Konon, pejabat Politibiro Partai Komunis Soviet sangat menggemari pepaya, buah tropis khas yang tumbuh di Indonesia. Buah ini sering jadi menu resmi jamuan negara. Termasuk saat Perdana Menteri Nikita Kruschev melawat ke Jakarta pada Februari 1960.
Namun hubungan kedua negara renggang setelah gestok 1965. Orde Baru cukup paranoid dengan segala macam hal berbau komunis. Soviet sempat disebut-sebut terlibat menggerakkan beberapa faksi TNI menggulingkan Soekarno.
Kedekatan Bung Karno dengan Soviet pun dituding sebagai bagian dari Perang Dingin. Tanpa gestok, Indonesia dinilai akan berpaling sepenuhnya dari Blok Barat pimpinan Amerika Serikat.
Beruntung, hubungan diplomatik antara kedua negara tak pernah terputus selama dua dekade yang kikuk. Presiden Soeharto akhirnya memecah kebekuan dengan melawat ke Moskow pada September 1989. Dua tahun kemudian, republik unitaris Soviet pecah, berubah menjadi Federasi Rusia. Ideologi negara pun tak lagi komunis, serta berkembang perekonomian pasar di Moskow hingga Vladiwostok.
Setelah Indonesia memasuki reformasi, hubungan RI-Rusia semakin menguat. Adalah Presiden Megawati Soekarnoputri yang membuat kedua negara akrab kembali, terutama karena pembelian jet tempur Sukhoi.
Kini, di era Presiden Joko Widodo, Rusia menyatakan terus mendukung Indonesia. Hubungan bilateral kedua negara telah mencapai usia 65 tahun.
Jokowi telah menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela forum kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC) di China tahun lalu.
Negeri Beruang Merah itu memberi beberapa bukti bahwa niat dari kemitraan kedua negara adalah saling menguntungkan.
Apa saja itu? Berikut rangkuman beberapa upaya Rusia menjalin persahabatan dengan Indonesia masa kini, hasil wawancara dengan Duta Besar Mikhail Galuzin maupun misi dagang Rusia.
1. Rusia serius bangun PLTN di Indonesia
Rusia berminat membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Ketua Dewan Federasi Majelis Federal Rusia VI Matvienko menyatakan Indonesia adalah mitra kunci Rusia di Asia Pasifik, hingga kerja sama bidang energi harus ditingkatkan.
Sementara ini, Rusia baru menanamkan dana untuk pengolahan bahan mineral. Wakil Perdana Menteri Rusia Dmitry O. Rogozin menilai, para pengusaha di negaranya sangat tertarik menanamkan modal di banyak sektor usaha. Apalagi setelah Ursal, perusahaan smelter, sudah resmi berinvestasi senilai USD 3 miliar di Kalimantan Barat.
"Kami tidak pernah mengalami masalah serius ketika berbisnis di Indonesia," kata Rogozin, di Jakarta, Selasa (25/2/2014).
Sayangnya, Pemerintahan Jokowi belum siap menerima teknologi nuklir. "Mereka bicara tentang kapasitas listrik nuklir, saya bilang itu masih jauh kita belum pikirkan hal tersebut," kata Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil seusai bertemu Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Y. Galuzin, Jakarta, Senin (22/12/2014).
2. Putin dukung Jokowi berkuasa lima tahun
Presiden Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi juga menggelar pertemuan dengan seterunya Obama yakni Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela gelaran forum kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC) di China, pada November 2014.
Saat bertemu RI-1, Putin mengungkapkan kekagumannya pada Indonesia.
"Kami mempunyai sejarah dan hubungan yang begitu erat. Rusia dan Indonesia hampir tidak pernah bersinggungan. Tidak ada masalah akar yang bisa melemahkan hubungan ini," ujar Putin
Sebaliknya, Jokowi menuturkan hubungan baik yang telah terjalin antara Indonesia dan Rusia dapat ditingkatkan di masa datang. Untuk saling melengkapi, saling mengisi didasari saling percaya antara dua negara yang pernah dekat di era kepemimpinan Presiden Soekarno.
Putin pun mendukung kepemimpinan Jokowi hingga 2019. Pria paling berpengaruh di dunia versi Majalah Forbes itu mengatakan hubungan bilateral RI-Rusia akan semakin mesra di bawah kepemimpinan Jokowi lima tahun ke depan. "Saya berkeyakinan, hubungan kedua negara sebagai mitra strategis akan semakin baik di masa datang," kata Putin.
3. Rusia dukung Susi tenggelamkan kapal asing curi ikan
Federasi Rusia mendukung penuh kebijakan pemerintah Indonesia yang menenggelamkan kapal nelayan asing secara ilegal mengambil ikan di perairan Tanah Air.
Sejak akhir 2014, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, disokong oleh TNI Angkatan Laut dan Bakorkamla banyak menenggelamkan kapal pencuri ikan.
Dubes Rusia untuk RI Mikhail Y Galuzin mengatakan kebijakan ini adalah hak Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat.
"Karena sudah dibuat oleh pemerintah Indonesia, Rusia mendukung keputusan ini. Hal ini merupakan keputusan yang sangat baik yang dilakukan Indonesia. Dalam hal (pencurian ikan), memang pemerintah harus bertindak tegas," ungkapnya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Dewan Federasi Majelis Federal Rusia VI Matvienko mengatakan Rusia tertarik bergabung dalam poros maritim yang digagas Presiden Jokowi. Negeri Beruang Merah butuh wadah multilateral itu untuk menanggulangi terorisme maupun keamanan pelayaran laut di Asia Pasifik.
"Kami sangat tertarik prakarsa Presiden Jokowi membangun poros maritim di Kawasan Asia Pasifik. Ini pasti akan mendorong perluasan kerjasama di kawasan dimana Rusia dan Indonesia menjadi bagian," ujarnya.
4. Siap bantu apapun kebutuhan Alutsista TNI
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin, menyatakan sudah dihubungi perwakilan Indonesia soal rencana meremajakan alat tempur TNI Angkatan Udara. Dia mengatakan alutsista yang hendak dibeli adalah jet tempur Sukhoi Su-35.
Galuzin berharap bisa membicarakan realisasi pembelian alutsista udara tersebut langsung dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Rusia akan sangat terbuka bila Indonesia ingin membahas isu-isu lebih teknis.
"Kami terbuka, sangat terbuka jika Menteri Ryamizard Ryacudu mendiskusikan hal tersebut dengan kami," lanjutnya.
Satu unit Su-35 bernilai USD 65 juta (setara Rp 844 miliar). Lebih murah dari F-16 buatan AS yang harga jual per unit mencapai USD 165 juta (setara Rp 2,1 triliun).
Tahun lalu misi dagang dari Tatarstan, anggota Federasi Rusia, juga sudah melawat ke Indonesia. Presiden Tatarstan Rustam Minnikhanov menawarkan kerja sama di bidang industri alat berat dan pertahanan. Salah satunya adalah produksi helikopter
Tatarstan adalah negara pecahan Uni Soviet yang di masa Orde Lama pernah bekerjasama dengan TNI. Pada 1960-an, pemerintah Indonesia mengimpor 17 helikopter buatan Pabrik Industri di Kota Kazan, wilayah paling maju di Soviet saat itu.
5. Rusia ingin terbentuk Poros Jakarta-Moskow
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin menyebutkan dirinya pernah bertemu dengan Gubernur akrab disapa Ahok itu.
Dalam pertemuan itu, Galuzin mengatakan akan menjadikan Jakarta dan Moskow sebagai mitra. Hal tersebut bertujuan untuk membangun Ibu Kota kedua negara tersebut lebih baik lagi.
"Kami akan membangun hubungan mitra antara Jakarta dan Moskow yang bertujuan untuk menjadikan kehidupan keduanya lebih baik lagi," ujar Galuzin saat ditemui di kediamannya, Jakarta, Kamis (5/3).
Dia dan Ahok juga bersama-sama mencari solusi bagi masalah laten dua ibu kota yang padat penduduk tersebut. Terutama dalam masalah parkir, pendidikan, sampah, dan kemacetan lalu lintas.
"Selain dalam urusan tata kota, kita juga akan jadi mitra komunitas bisnis," kata Galuzin.
Menurutnya, perbincangannya dengan Ahok memunculkan banyak ide-ide baik untuk membuat kedua kota, khususnya Jakarta lebih baik lagi.
"Pernyataan Ahok sangat bagus, idenya tentang parkir elektronik itu sangat brilian. Sangat baik untuk mengurangi parkir liar dan juga membantu mengurangi kemacetan," ungkap Galuzin. (Merdeka)
0 Komentar untuk "Poros Jakarta-Moskow, ini 5 bukti Rusia ingin jadi sahabat RI "