Merdeka (MI) : Banyak kisah menarik dari medang perang. Tak cuma soal keberanian, tapi seorang prajurit juga harus menjunjung tinggi moralitas.
Mayjen (Purn) Eddie M Nalapraya menceritakan pengalamannya ketika perang. Saat itu tahun 1959, Eddie masih berpangkat Letnan Dua dan menjadi komandan kompi di Batalyon Infanteri 330/Siliwangi. Eddie dan pasukannya bertugas menerobos masuk ke wilayah Permesta di Sulawesi Utara.
Kisah ini ditulis dalam buku Jenderal Tanpa Angkatan, Memoar Eddie M Nalapraya terbitan Zigzag Creative
Saat itu, salah seorang prajurit melapor ada kekuatan Permesta yang cukup kuat di sekitar Kota Bakan. Eddie langsung mempersiapkan Kompi C untuk melakukan penyergapan. Dengan kekuatan penuh Eddie mengerahkan kompinya untuk menyerang dari segala sisi.
Dalam waktu singkat pertempuran sengit terjadi. Dari pihak Permesta jatuh banyak korban, sementara dari pihak TNI AD satu prajurit tertembak di bagian perut dan meninggal.
Prajurit bernama Syarif tersebut lalu segera dikuburkan. Konon, menurut teman-temannya saat masih di kapal menuju medan perang, Syarif sering melontarkan kata-kata cabul. Antara lain ingin merasakan wanita setempat.
"Memang tabu mengucapkan kata-kata jorok, mengambil barang orang lain, atau berbuat hal-hal yang tidak pantas sewaktu berada dalam medan pertempuran. Ada semacam pantangan yang tidak tertulis. Biasanya para prajurit memahami hal semacam itu," kata Eddie.
Pendapat serupa disampaikan Letnan (Purn) Supardi. Menurutnya seorang prajurit tabu bicara porno atau mengambil hak orang lain. Supardi punya pengalaman tak terlupakan saat menumpas gerakan Republik Maluku Selatan. Dia melihat temannya tewas terkena peluru yang menembus helm baja.
Supardi dan rekan-rekan lain bingung karena ada peluru bisa menembus baja. Ternyata setelah diperiksa ditemukan emas disembunyikan di dalam helm. Emas itu diduga hasil jarahan milik warga.
"Ada juga yang tertembak di dada. Tahunya kita periksa di sakunya ada uang RMS, uang dari mana ini," kata pensiunan TNI kepada merdeka.com beberapa waktu lalu.
Mayjen (Purn) Eddie M Nalapraya menceritakan pengalamannya ketika perang. Saat itu tahun 1959, Eddie masih berpangkat Letnan Dua dan menjadi komandan kompi di Batalyon Infanteri 330/Siliwangi. Eddie dan pasukannya bertugas menerobos masuk ke wilayah Permesta di Sulawesi Utara.
Kisah ini ditulis dalam buku Jenderal Tanpa Angkatan, Memoar Eddie M Nalapraya terbitan Zigzag Creative
Saat itu, salah seorang prajurit melapor ada kekuatan Permesta yang cukup kuat di sekitar Kota Bakan. Eddie langsung mempersiapkan Kompi C untuk melakukan penyergapan. Dengan kekuatan penuh Eddie mengerahkan kompinya untuk menyerang dari segala sisi.
Dalam waktu singkat pertempuran sengit terjadi. Dari pihak Permesta jatuh banyak korban, sementara dari pihak TNI AD satu prajurit tertembak di bagian perut dan meninggal.
Prajurit bernama Syarif tersebut lalu segera dikuburkan. Konon, menurut teman-temannya saat masih di kapal menuju medan perang, Syarif sering melontarkan kata-kata cabul. Antara lain ingin merasakan wanita setempat.
"Memang tabu mengucapkan kata-kata jorok, mengambil barang orang lain, atau berbuat hal-hal yang tidak pantas sewaktu berada dalam medan pertempuran. Ada semacam pantangan yang tidak tertulis. Biasanya para prajurit memahami hal semacam itu," kata Eddie.
Pendapat serupa disampaikan Letnan (Purn) Supardi. Menurutnya seorang prajurit tabu bicara porno atau mengambil hak orang lain. Supardi punya pengalaman tak terlupakan saat menumpas gerakan Republik Maluku Selatan. Dia melihat temannya tewas terkena peluru yang menembus helm baja.
Supardi dan rekan-rekan lain bingung karena ada peluru bisa menembus baja. Ternyata setelah diperiksa ditemukan emas disembunyikan di dalam helm. Emas itu diduga hasil jarahan milik warga.
"Ada juga yang tertembak di dada. Tahunya kita periksa di sakunya ada uang RMS, uang dari mana ini," kata pensiunan TNI kepada merdeka.com beberapa waktu lalu.
Sumber : Merdeka
0 Komentar untuk "Kisah Prajurit TNI tertembak gara-gara ngomong cabul saat perang"