Jakarta (MI) : Sudah waktunya Indonesia lebih mandiri soal satelit. Saat ini, Indonesia masih bergantung pada satelit milik dan buatan asing.
Hal itu mengemuka dalam seminar nasional keantariksaan yang diadakan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Rabu (10/12/2014), serta diskusi pencapaian akhir tahun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Senin (8/12/2014).
Dani Indra Widjanarko dari Asosiasi Satelit Indonesia mengatakan bahwa semua satelit yang dimiliki Indonesia saat ini adalah milik dan buatan asing.
"Sekarang konsumsi kita itu 30 satelit. Dari 30, yang milik Indonesia hanya enam. Di antara enam yang kita punya, itu beli semua. Padahal, kita seharusnya bisa membuat satelit sendiri," kata Dani dalam diskusi Lapan hari ini.
Pengembangan satelit sendiri, menurut Dani, diperlukan sebab kebutuhan dalam negeri yang memang besar.
"Indonesia beda dengan negara lain. Argentina bikin satelit sendiri, tetapi yang serap hanya satu-dua. Kita ini negara kepulauan, tidak mungkin masing-masing pulau dihubungkan dengan kabel," kata Dani.
Kebutuhan Indonesia akan satelit diprediksi terus meningkat. Untuk satelit komunikasi, kebutuhan meningkat seiring penetrasi mobile, televisi berbayar, serta pembangunan desa.
Sementara itu, kebutuhan satelit remote sensing juga meningkat terkait dengan visi pemerintahan baru. Pengamatan aktivitas di lautan, penginderaan hutan, dan kebencanaan akan membutuhkan bantuan satelit.
Dalam kesempatan terpisah, Ridwan Djamaluddin, Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT, mengatakan bahwa sudah saatnya Indonesia punya satelit sendiri.
Satelit lokal dibutuhkan ketika Indonesia memiliki kebutuhan spesifik. "Misalnya, kita ingin data peta banjir di kawasan Pantura. Ternyata kita tidak bisa dapatkan dengan satelit asing. Kalau punya sendiri, kita bisa upayakan," katanya.
Suhermanto dari Lapan mengatakan bahwa saat ini pihaknya sudah menyiapkan satelit untuk mendukung keperluan negara.
Satelit yang dikembangkan antara lain Lapan Tubsat yang juga mampu mendukung pengamatan maritim, satelit Lapan A2 yang akan diluncurkan tahun 2015 mendatang, serta satelit Lapan A-3 hasil kerja sama Lapan dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dani mengatakan, pengembangan riset serta industri yang memproduksi satelit diperlukan untuk lebih mandiri dalam soal komunikasi dan penginderaan.
Hal itu mengemuka dalam seminar nasional keantariksaan yang diadakan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Rabu (10/12/2014), serta diskusi pencapaian akhir tahun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Senin (8/12/2014).
Dani Indra Widjanarko dari Asosiasi Satelit Indonesia mengatakan bahwa semua satelit yang dimiliki Indonesia saat ini adalah milik dan buatan asing.
"Sekarang konsumsi kita itu 30 satelit. Dari 30, yang milik Indonesia hanya enam. Di antara enam yang kita punya, itu beli semua. Padahal, kita seharusnya bisa membuat satelit sendiri," kata Dani dalam diskusi Lapan hari ini.
Pengembangan satelit sendiri, menurut Dani, diperlukan sebab kebutuhan dalam negeri yang memang besar.
"Indonesia beda dengan negara lain. Argentina bikin satelit sendiri, tetapi yang serap hanya satu-dua. Kita ini negara kepulauan, tidak mungkin masing-masing pulau dihubungkan dengan kabel," kata Dani.
Kebutuhan Indonesia akan satelit diprediksi terus meningkat. Untuk satelit komunikasi, kebutuhan meningkat seiring penetrasi mobile, televisi berbayar, serta pembangunan desa.
Sementara itu, kebutuhan satelit remote sensing juga meningkat terkait dengan visi pemerintahan baru. Pengamatan aktivitas di lautan, penginderaan hutan, dan kebencanaan akan membutuhkan bantuan satelit.
Dalam kesempatan terpisah, Ridwan Djamaluddin, Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT, mengatakan bahwa sudah saatnya Indonesia punya satelit sendiri.
Satelit lokal dibutuhkan ketika Indonesia memiliki kebutuhan spesifik. "Misalnya, kita ingin data peta banjir di kawasan Pantura. Ternyata kita tidak bisa dapatkan dengan satelit asing. Kalau punya sendiri, kita bisa upayakan," katanya.
Suhermanto dari Lapan mengatakan bahwa saat ini pihaknya sudah menyiapkan satelit untuk mendukung keperluan negara.
Satelit yang dikembangkan antara lain Lapan Tubsat yang juga mampu mendukung pengamatan maritim, satelit Lapan A2 yang akan diluncurkan tahun 2015 mendatang, serta satelit Lapan A-3 hasil kerja sama Lapan dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dani mengatakan, pengembangan riset serta industri yang memproduksi satelit diperlukan untuk lebih mandiri dalam soal komunikasi dan penginderaan.
Basmi "Illegal Fishing", Indonesia Butuh Setidaknya 6 Satelit
Upaya membasmi perikanan ilegal membutuhkan dukungan teknologi. Satelit menjadi salah satu kebutuhan untuk melakukan pemantauan secara efektif.
"Saat ini, jumlah satelit yang ada tidak cukup, baru satu," ungkap Suhermanto, Direktur Pusat Teknologi Satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Dalam seminar nasional keantariksaan yang digelar Lapan, Rabu (10/12/2014), Suhermanto mengatakan, dengan kapasitas saat ini, potensi Indonesia untuk kecolongan masih besar.
"Akan ada waktu di mana satelit tidak di atas wilayah kita, lalu kapal yang ada di situ kita enggak bisa pantau lagi. Akhirnya kecolongan," katanya.
Satu satelit yang berkapasitas memantau laut saat ini lewat di atas wilayah Indonesia setiap 90 menit sekali. Rentang waktu itu masih terlalu lebar.
"Kita masih membutuhkan banyak, paling tidak enam satelit, jadi setiap 15 menit kita punya data baru," ungkap Suhermanto.
Lapan saat ini tengah mengembangkan tiga satelit, Tubsat, Lapan A-2 Orari, serta Lapan A3 yang bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dani Indra Widjanarko dari Asosiasi Satelit Indonesia mengapresiasi upaya Lapan dalam mengembangkan satelit. Namun, Indonesia perlu mengembangkan lebih banyak lagi.
Pengembangan satelit diperlukan karena karakteristik Indonesia yang kepulauan serta fokus pemerintahan baru yang fokus pada maritim.
Dani mengungkapkan, Indonesia yang berupa kepulauan sangat memerlukan satelit. "Tidak mungkin seluruh wilayah dihubungkan dengan kabel."
"Saat ini, jumlah satelit yang ada tidak cukup, baru satu," ungkap Suhermanto, Direktur Pusat Teknologi Satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Dalam seminar nasional keantariksaan yang digelar Lapan, Rabu (10/12/2014), Suhermanto mengatakan, dengan kapasitas saat ini, potensi Indonesia untuk kecolongan masih besar.
"Akan ada waktu di mana satelit tidak di atas wilayah kita, lalu kapal yang ada di situ kita enggak bisa pantau lagi. Akhirnya kecolongan," katanya.
Satu satelit yang berkapasitas memantau laut saat ini lewat di atas wilayah Indonesia setiap 90 menit sekali. Rentang waktu itu masih terlalu lebar.
"Kita masih membutuhkan banyak, paling tidak enam satelit, jadi setiap 15 menit kita punya data baru," ungkap Suhermanto.
Lapan saat ini tengah mengembangkan tiga satelit, Tubsat, Lapan A-2 Orari, serta Lapan A3 yang bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dani Indra Widjanarko dari Asosiasi Satelit Indonesia mengapresiasi upaya Lapan dalam mengembangkan satelit. Namun, Indonesia perlu mengembangkan lebih banyak lagi.
Pengembangan satelit diperlukan karena karakteristik Indonesia yang kepulauan serta fokus pemerintahan baru yang fokus pada maritim.
Dani mengungkapkan, Indonesia yang berupa kepulauan sangat memerlukan satelit. "Tidak mungkin seluruh wilayah dihubungkan dengan kabel."
Menristekdikti Dorong Pengembangan Satelit Lapan
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir mendorong Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dalam empat tahun mendatang Indonesia bisa meluncurkan satelit sendiri yakni satelit untuk penginderaan jauh dan telekomunikasi.
Untuk mencapai hal itu, Nasir mengingatkan anggaran untuk pengembangan keantariksaan apakah itu untuk telekomunikasi atau penginderaan jauh harus berbasis output.
"Berapa cost yang harus dikeluarkan dalam lima tahun ke depan. Untuk meluncurkan satelit tersebut mampukah kita hasilkan roket misalnya, berapa biayanya," katanya di sela-sela Seminar Nasional Penerbangan dan Antariksa 2014, di Gedung BPPT, Jakarta, Rabu (10/12).
Saat ini, dia menambahkan, penghematan anggaran yang dilakukan akan dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih produktif bagi masyarakat. Untuk riset, kata dia, tentu didorong untuk mewujudkannya asalkan bisa dimanfaatkan masyarakat.
Nasir pun meminta Lapan untuk memproyeksikan anggaran terkait pengembangan satelit tersebut. Sehingga diketahui manfaatnya bagi masyarakat, lembaga dan keuntungannya harus dihitung secara matematis.
Hal lain yang perlu dihitung terkait asuransi jika terjadi kegagalan peluncuran satelit selain teknologi lainnya.
Sumber : Beritasatu , KOMPAS
0 Komentar untuk "Sudah Saatnya Indonesia Lebih Mandiri soal Satelit"