Keberadaan roket tak bisa dipandang sebelah mata dalam perkembangan alutsista, pasalnya roket terbukti punya nilai strategis yang sangat diperhitungkan. Tengok saja bagaimana konsep MLRS (Multiple Launch Rokcet System) masih begitu di kedepankan oleh AS dan NATO, begitu juga dengan Indonesia yang sejak era RM70 Grad mulai ‘serius’ memikirkan kemandirian lini roket penggebuk ini. Dalam dimensi lain, penguasaan teknologi roket menjadi dasar untuk pengembangan rudal (peluru kendali). Karena pada dasarnya, rudal adalah roket yang diberi sensor pemandu dan kendali.
Indonesia sebagai salah satu Macan Asia, sudah mempelopori pengembangan roket sejak tahun 60-an. Meski adopsi roket besutan Dalam Negeri belum terlalu terasa untuk kebutuhan militer, namun pelan tapi pasti mulai terlihat hasil yang nyata, artinya sudah aplikatif untuk kebutuhan TNI. Sebagai wujudnya adalah R-Han (Roket Pertahanan) 122 mm. Roket ini termasuk jenis balistik dengan peran tembakan dari permukaan ke permukaan. Bila membadingkan dari kalibernya, R-Han yang dikembangkan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenhan RI, punya kesamaan kaliber dengan roket yang terdapat pada RM70 Grad milik Korps Marinir TNI AL. Untuk jarak tembak pun, kedua roket mampu melibas sasaran hingga jarak 20-an Km, khusus untuk R-Han 122 mm mampu menerjang sasaran sejauh 24 Km pada sudut elevasi peluncuran 50 derajat.
Merujuk dari sejarahnya, roket R-Han 122 merupakan pengembangan dari roket sebelumnya D-230 tipe RX 1210 yang dikembangkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek), yang memiliki kecepatan maksimum 1.8 Mach. Berawal pada tahun 2007 saat Kemristek membentuk Tim D230 untuk mengembangkan roket berdiameter 122 mm dengan jarak jangkau 20 kilometer. Prototipe roket D-230 ini dibeli Kemhan untuk memperkuat program seribu roket. Pemerintah membentuk Konsorsium Roket Nasional dengan ketua konsorsium PT Dirgantara Indonesia (DI), sebagai wadah memasuki bisnis massal yang sudah ada sejak 2005. Namun, baru dikembangkan roket D-230 pada 2007 hingga terbentuk konsorsium tersebut.
Konsorsium itu beranggotakan sejumlah industri strategis yang mengerjakan bermacam komponen roket. Di dalam konsorsium terdapat PT Pindad yang mengembangkan launcher dan firing system dengan menggunakan platform GAZ, Nissan, dan Perkasa yang sudah dimodifikasi dengan laras 16/warhead dan mobil launcher (hulu ledak). Kemudian juga PT Dahana menyediakan propellant, PT Krakatau Steel mengembangkan material tabung dan struktur roket. PT Dirgantara Indonesia membuat desain dan menguji jarak terbang.
Pendukung lain dalam konsorsium adalah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) turut menyediakan alat penentu posisi jatuh roket. ITB menyediakan sistem kamera nirkabel untuk menangkap dan mengirim gambar saat roket tiba di sasaran. Sejumlah perguruan tinggi lainnya, yakni UGM, ITS, Universitas Ahmad Dahlan, dan Universitas Suryadharma, ikut terlibat di dalam pengembangan roket tersebut. Nama D-230 kemudian diganti menjadi R-Han 122 karena sudah dibeli Kementerian Pertahanan.
Hadir Lewat Penyempurnaan
Pada tahun 2003 para periset menggunakan material kritis dengan ketebalan baja 1,2 mm, tetapi produk justru cepat jebol. Kemudian para peneliti mulai memperbaiki sistem isolasi termal. Saat roket meluncur sempurna dibutuhkan suhu 3.000 derajat Celcius. Pembakaran dengan menghasilkan suhu tinggi bisa berakibat fatal apabila sistem isolasi termal tidak bekerja dengan baik. Karena itu, di ruang isolasi termal diberi karet atau polimer yang bisa menghambat panas.
Untuk material roket, dipilih bahan yang ringan, yakni aluminium, karena bisa menghambat panas. Perubahan-perubahan itu ternyata menghasilkan roket yang tidak pernah rusak saat di ujicobakan. Sistem isolasi termal untuk membuat roket militer tidaklah mudah. Para periset beberapa kali melakukan uji coba hingga menemukan kesempurnaan pada roket R-Han 122 itu.
R-Han 122mm pada platform peluncur jip Land Rover dan towed MLRS |
Pada platform truk 6×6 |
Pada platform tank ringan SBS Pindad |
Dalam uji coba pada Maret 2012, sebanyak 50 roket R-Han 122 diluncurkan di Pusat Latihan Tempur TNI Angkatan Darat Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan. R-Han 122 berfungsi sebagai senjata berdaya ledak optimal dengan sasaran darat dan jarak tembak sampai 15 kilometer. Kala itu, Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengaku puas atas pengembangan Roket R-Han 122mm yang diproduksi bangsa Indonesia sebagai wujud kemandirian roket nasional.
Penyokong Kemandirian MLRS
Setelah roketnya berhasil di uji coba dan memuaskan standar yang dibutuhkan militer, kemudian tiba pada implementasi untuk gelar roket tersebut. Nah, untuk urusan yang satu ini nampaknya Litbang Kemenhan dan PT Pindad mulai fokus pada adopsi R-Han 122 mm untuk platform MLRS. Hal tersebut terlihat jelas pada ajang Indo Defence 2014, terlihat platform MLRS dengan basis roke R-Han 122 mm pada prototipe tank ringan SBS dan peluncur roket MLRS pada truk 6×6 buatan PT Alam Indomesin Utama. Bahkan, pada Indo Defence 2010, pernah ditampilkan peluncur roket R-Han 122 mm pada basis jip Land Rover dan basis MLRS tarik (towed). (Danang Putro|Indomiliter)
Spesifikasi Teknis Roket R-Han 122mm
Tipe roket : Balistik permukaan ke permukaan
Tipe fin : Wrapped arround
Tipe propelan : Propelan komposit
Panjang propelan : 2.000 mm
Propelan star : 400 mm
Propelan roket : 2.750 mm
Berat propelan : 23,20 kg
Berat motor roket : 44 kg
Berat roket : 59,60 kg
Kecepatan max : 1.8 Mach
Jarak tembak : 24 Km pada sudut elevasi 50 derajat
Waktu terbang : 80 detik
Tipe hulu ledak : Inert/dummy, smoke, dan tajam aktif (live).
1 Komentar untuk "R-Han 122mm: Solusi Kemandirian Roket Balistik Artileri Medan"
Asyik