Penetapan kebijakan luar negeri seringkali adalah sebuah masalah kepekaan. Ketika Anda memiliki hubungan dekat dengan sebuah negara yang merupakan musuh negara tetangga Anda, situasi menjadi makin rumit. Ini adalah situasi yang dihadapi oleh Azerbaijan menyangkut Israel dan Iran.
Tidak banyak negara-negara di dunia memiliki sejarah dan kebudayaan yang sedemikian gemilang seperti Iran. Akan tetapi, hari-hari ini, dengan kepemimpinannya yang ada, Iran jauh dari kriteria tetangga yang ideal. Tehran bersikap paranoid dan tidak mudah ditebak, sensitif dengan masalah keamanan -- sebagian karena konsekuensi pengalaman buruknya dengan Barat dalam beberapa tahun terakhir. Permusuhan Iran dengan Barat atas program nuklirnya semakin mengisolasi negara itu, membuat paranoianya memburuk. Namun di luar upaya komunitas internasional untuk mengucilkan Iran, negara tersebut tetaplah sebuah kekuatan regional, bukan hanya melalui wakil-wakilnya di Timur Tengah, tetapi dengan memanfaatkan ruang-ruang terbuka yang masih tersisa untuk mempengaruhi kawasan. Kaukasus Selatan masih merupakan sebuah panggung wibawa bagi Iran.
Iran dan Azerbaijan terlibat dalam hubungan pasang surut. Sekalipun fakta bahwa Iran adalah satu dari negara-negara pertama yang mengakui kemerdekaan Azerbaijan pada tahun 1991, adanya kesamaan budaya, sejarah, agama dan kedekatan hubungan ekonomi yang semakin meningkat, hubungan politik kedua negara seringkali tidak ramah. Sementara ini sebagian adalah hasil dari campur tangan Tehran atas masalah dalam negeri Azerbaijan, termasuk dugaan dukungan dana dan ideologi bagi kelompok-kelompok Islam fundamentalis, hubungan yang buruk juga adalah konsekuensi dari hubungan Azerbaijan dengan Barat, termasuk Israel. Sejak kemerdekaannya, Azerbaijan sudah memiliki hubungan baik dengan Israel, membuatnya sebagai satu-satunya negara Muslim yang memiliki kedekatan semacam itu. Dalam sebuah wawancara sebelumnya minggu ini, duta besar Israel untuk Azerbaijan menegaskan perlunya hubungan yang kuat, menekankan bahwa hubungan tersebut akan diteguhkan "dalam semangat yang tinggi" tahun 2013. Dengan perdagangan bilateral baru-baru ini melambung di kisaran 4 miliar Dollar, Azerbaijan adalah partner dagang utama Israel di antara negeri-negeri Muslim lainnya, dan sumber minyak terbesar kedua Israel setelah Rusia. Israel merupakan importir minyak kedua terbesar Azerbaijan dan melewati Jalur Pipa Trans Israel Ashkelon-Eliat, sebuah titik transit penting untuk arus minyak Azerbaijan ke pasar Asia yang berkembang. Hari-hari ini, ketika Israel mengembangkan sektor gasnya, negara itu ingin belajar dari pengalaman Azerbaijan dalam bidang terkait. Bagi Israel, ketika kedekatannya dengan mantan sekutunya Turki dalam keadaan compang-camping, Azerbaijan menjadi sebuah elemen yang semakin penting dalam penjangkauan kebijakan luar negerinya.
Azerbaijan juga memiliki kerjasama militer yang dekat dan signifikan dengan Israel (Israel tidak terikat embargo apapun dalam penjualan senjata ke Azerbaijan. Kembali ke awal era 90'an, satu-satunya akses Azerbaijan atas teknologi tinggi militer adalah lewat Israel. Israel juga telah terlibat dalam memodernisasi angkatan bersenjata Azerbaijan selama bertahun-tahun. Sayangnya, Iran paranoid dengan hubungan dekat ini, menjadi gusar khususnya dengan kerjasama pertahanan militer tersebut. Baku belum berhasil untuk meyakinkan Iran bahwa negara itu tidak perlu merasa terancam dengan hubungan Baku dengan Israel. Sebagaimana dikatakan oleh diplomat Iran kepada saya, "Iran merasa terancam oleh hubungan Azerbaijan dengan Israel dan meminta Baku untuk mengubah kebijakannya." Tehran terlihat yakin bahwa Azerbaijan dimanfaatkan oleh Israel sebagai sebuah basis untuk operasi-operasi inteligennya, selain juga merasa takut bahwa Azerbaijan suatu hari akan memperbolehkan Israel untuk menggunakan lapangan udaranya untuk melakukan serangan ke Iran. Namun, Baku tidak dalam posisi demikian, tidak juga berniat, untuk menyediakan dukungan semacam itu kepada Israel. Di bawah konstitusi Azerbaijan, basis-basis atau kekuatan asing tidak diperbolehkan memasuki wilayah Azerbaijan. Ini didukung dengan sebuah pakta non-agresi Baku-Tehran tahun 2005, yang menekankan bahwa Azerbaijan tidak akan pernah memperbolehkan wilayahnya digunakan melawan negara-negara tetangganya. Kedua, perlawanan balik Iran atas sebuah serangan Israel mungkin akan diarahkan langsung ke Azerbaijan, dengan target-target kunci adalah infrastruktur enegri dan kedutaan AS dan Israel. Meski Iran di bawah sanksi-sanksi internasional, belanja pertahanan masih berkisar sekitar 21,7 persen dari anggaran negara.
Jelas bahwa aksi militer terhadap Iran akan menjadi mimpi buruk bagi Azerbaijan. Sebuah Iran yang bersenjata nuklit juga akan menakutkan. Dengan pemilu di Israel yang tampaknya akan memenangkan Benyamin Netanyahu dan sebuah koalisi garis keras pada kekuasaan, yang cenderung pada aksi miiter atas Iran, kecuali babak baru perundingan 5+1 sukses, Azerbaijan mungkin akan menemukan dirinya terperangkap dalam kawasan yang semakin eksplosif, mengharuskannya membuat pilihan-pilihan kebijakan luar negeri yang sangat sulit.
0 Komentar untuk "Segitiga Israel-Azerbaijan-Iran "