Di MEF (Minimum Essential Force) Tahap I, pengadaan alutsista di lini helikopter tempur punya perhatian tersendiri, dibuktikan dengan langkah TNI untuk ‘out of the box’ dengan membeli helikopter berkualifikasi full kombatan Mi-35P Hind dan berlanjut ke order pengadaan AH-64E Apache Guardian. Seperti diketahui, porsi kekuatan helikopter pemukul Puspenerbad sejak lama hanya bertempu pada heli transpor multirole yang dipersenjatai secara terbatas, seperti NBO-105, Bell 205 A1, NBell 412, dan Mil Mi-17 V5.
Dalam kiprah penugasannya, Puspenerbad TNI AD tak pernah meninggalkan komponen industri Dalam Negeri, karena faktanya NBO-105 dan NBell 412 dibuat dan dirakit PT Dirgantara Indonesia secara lisensi. Tapi seiring tuntutan jaman dan kondisi update alutsista di kawasan, TNI AD tak bisa melulu mengandalkan armada helikopter pemukul pada jenis NBO-105 dan NBell 412, yang paling mentok hanya dipersenjatai SMB (Senapan Mesin Berat) 12,7 mm dan roket FFAR. Agar militer Indonesia punya daya getar yang signifikan, maka di datangkanlah helikopter yang dirancang dengan desain full kombatan, dalam hal ini Mil Mi-35P “The Flying Tank Buster” dan AH-64 Apache Guardian yang belum lama ini resmi dipesan delapan unit oleh Kementerian Pertahanan RI.
Mi-35P TNI AD |
Lain halnya dengan era helikopter transpor multirole yang pengadaanya bisa dipasok oleh PT DI, maka saat kavaleri udara TNI AD membutuhkan helikopter tempur full kombatan, sayangnya industri dirgantara Dalam Negeri belum bisa mendukung. Selain urusan loncatan teknologi yang belum dikuasai, pengembangan helikopter full combat juga terhalang skala ekonomi dalam hal produksi. Bila PT DI memproduksi heli sejenis NBO-105 dan NBell 412, maka pasarnya cukup besar, selain menyediakan varian militer, platform helikopter ini juga sangat ideal untuk kebutuhan sipil. Lain hal dengan helikopter tempur, yang pasarnya begitu terbatas dengan pesanan yang tak mencukupi dari sisi skala ekonomi. Karena alasan itulah, serta merta Indonesia mengadopsi jenis helikopter Mi-35P Hind dan AH-64 Apache Guardian. Melihat pengadaan unit masing-masing jenis heli tempur yang sangat minim, menjadikan tawaran ToT (Transfer of Tehcnology) yang diterima terbilang minim.
Nah, melihat kebutuhan Puspenerbad akan helikopter berkualifikasi full kombatan, tak lantas PT DI kehilangan semangat untuk memasok di segmen ini. Boleh saja kini ada Mi-35P dan nanti di tahun 2017 ada AH-64E Guardian, tapi kuantitas yang ada sangat minim. Ambil contoh pesanan AH-64 Guardian dari Boeing yang hanya delapan unit, sementara Mi-35P juga hanya berjumlah delapan unit. Melihat luasnya cakupan wilayah RI, idealnya jelas kita butuh lebih banyak helikopter full kombatan untuk menjaga bentang wilayah perbatasan yang demikian luas. Bila kelak ada alokasi pendanaan alutsista yang lebih besar, peluang order helikopter full kombatan masih terbuka.
Gandiwa, Helikopter Tempur Nasional
Dengan modal penguasaan platform dasar pembuatan helikopter, PT DI bekerjasama dengan Dislitbang TNI AD merumuskan sosok helikopter tempur (gunship) rancangan sendiri. Tapi perlu dicatat, helikopter yang diberi label Gandiwa masih dalam tataran konsep, paling banter ya baru dalam tahap Proof of Concept (PoC), berbeda dengan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau drone Wulung untuk kebutuhan TNI AU yang prototipe-nya terbilang sudah sukses mengudara. Gandiwa adalah panah sakti milik Arjuna yang dilengkapi tabung berisi panah tak hingga jumlahnya.
Kiblat dari konsep Gandiwa mencomot platform NBell 412. |
AH-1 Cobra |
Dalam konsepnya, heli tempur Gandiwa dirancang memiliki kemampuan menyergap target darat, seperti infanteri dan kendaraan lapis baja dan mampu membawa rudal udara ke udara untuk pertahanan diri. Selain memberikan dukungan udara bagi pasukan darat, Gandiwa merupakan anti-tank, untuk menghancurkan kendaraan lapis baja lawan. Singkat kata, peran Gandiwa tak ubahnya AH-64 Apache.
Gandiwa nantinya dilengkapi dua engine dengan empat bilah blade komposit dan dilengkapi wing pylon untuk men-support persenjataan yang dibawa. Basis platform Gandiwa mencomot dari struktur NBell 412, termasuk main rotor, tail rotor, engine dan gearbox tidak mengalami perubahan besar dari basis NBell 412 yang dilengkapi dua mesin Pratt & Whitney PT6T-3D Twin Pac. Namun avionik dan sistem diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan utama helikopter serang. Untuk memudahkan pilot dalam menjalankan misinya digunakan glass cockpit avionic system. Penambahan sistem senjata dan firing control juga menjadi hal utama dalam pengembangan helikopter ini.
AH-1 Cobra |
Berat dan distribusi berat tidak berubah banyak dari basis NBell 412. Namun penumpang dan payload yang biasa dibawa, diganti menjadi senjata dan amunisi. Senjata yang digunakan pada helikopter tempur ini dapat mencakup auto kanon machine-guns, roket, dan peluru kendali seperti Hellfire. Konfigurasi Gandiwa juga tandem seat, khas helikopter tempur. Posisi pilot ada di bagian belakang, dan gunner ada di kokpit bagian depan.
Mengenai kiblat Gandiwa dengan platform NBell 412, boleh jadi karena kedekatan PT DI dengan pihak Bell Helicopter Textron. Sehingga akan lebih mudah dalam urusan negosiasi, ijin, lisensi dan kaitan lain seperti ToT. Untuk kilbat avionik dan sistem senjata, tak pelak Gandiwa mengusung standar teknologi NATO yang memang sudah akrab di kalangan industri strategis Dalam Negeri. Bila melihat dari sisi desain, nampak bahwa Gandiwa merupakan hasil konsep ‘gado-gado’ antara AH-64 Apache dan AH-1 Cobra. Sentuhan Apache terlihat dari adopsi chain gun laras tunggal M230 kaliber 30 mm, berikut pada konfigurasi roda. Sementara sentuhan AH-1 Cobra terlihat pada rancangan bentuk kokpit, konfigurasi mesin, dan posisi hardpoint untuk senjata. Sebagai informasi, AH-1 Cobra satu induk produksi dengan NBell 412, yakni buatan Bell Textron di AS.
M230 chain gun. |
Mock up Gandiwa |
Lalu dengan segala paparan diatas, muncul pertanyaan, apakah Gandiwa nantinya akan benar-benar dikembangkan oleh pihak PT DI? Jawabannya belum bisa dipastikan, namun, beberapa kalangan menyangsikan pengembangan Gandiwa lebih lanjut, termasuk ke tahap pembuatan prototipe yang di nilai bakal menguras dana dalam jumlah besar. Tapi masa depan sulit untuk ditebak, arah kebijakan, strategi, dan pengembangan alutista bisa saja bergeser seiring dengan visi dan misi pemerintahan baru di Indonesia. (Rajab|Indomiliter)
Spesifikasi Gandiwa
Awak : 2 (pilot, and co-pilot/gunner)
Panjang : 17,1 meter
Diameter rotor : 14 meter
Berat kosong : 3.079 kg
Berat maksimum take off : 5.397 kg
Mesin : 2 × Pratt & Withney Canada. PT6T-3BE Twin Pac Turboshafts, 900 shp (671 kw) each
Kecepatan maksimum : 259 km per jam
Kecepatan jelajah : 226 km per jam
Jangkauan terbang : 745 km
Tinggi terbang maks : 6.096 meter
Kecepatan menanjak : 6,86 meter per detik
Persenjataan : M230 Chain Gun with 1,200 rounds
Hardpoints : Four pylon stations on the stub wings.
0 Komentar untuk "Gandiwa: Konsep Helikopter Tempur “Gado-Gado” AH-64 Apache dan AH-1 Cobra"