Indo Artileri

Kembalilah Jaya Indonesiaku

Kami Membutuhkanmu Soekarno

Kembalilah

Sejarah hidup dan Pemikiran Montesqiueu


Pada tanggal 18 Januari 1686, pada bulan yang sama dengan Bill Of Right di Inggris ditandatangani, lahirlah Charles-Louis de Secondat Baron de Montesquieu, di Chateau de La Brede, sebuah puri abad ke lima belas yang terletak di dekat Bordeaux di daerah perkebunan anggur baratdaya Prancis. Montesquieu kemudian diasuh oleh seorang Pengemis (gelandangan) yang berasal dari desa La Brede, bahkan pada tiga tahun pertama usianya, dia dirawat oleh para petani di penggilingan La Brede. Karena latar belakang inilah, sehingga ia mempunyai jiwa sosial yang sangat tinggi terhadap kemiskinan dan orang-orang yang papa. Ia belajar bicara dengan logat patois, yakni logat Gascon yang kasar dan udik, yang tidak pernah hilang dari dirinya dan sering dia tunjukkan untuk mengkritik budaya gemerlap dan budibahasa kota Paris pada Abad kedelapan belas.

Keluarga Secondat pada tahun 1561 diberi otoritas sebagai tuan tanah atas desa kecil Montesquieu di baratdaya Prancis dan Henry IV mengangkatnya manjadi Baron pada 1606. Kakek Montesquieu, Jean Baptise Gaston de Secondat, menggunakan warisan istrinya untuk membeli kedudukan yang akhirnya sampai kepada Montesquieu pada 1716. Jacques de Secondat, ayah Montesquieu, memilih karier militer dan pada 1686 memperistri seorang perempuan kaya dan membawa besertanya puri La Brede yang kini termasyhur sebagai bagaian dari keluarga Secondat. Pada tahun 1696 Marie Francoise de Pesnel, Ibunda Montesquieu, meninggal dunia, meninggalkan warisan berupa daerah pertanian Chateau de La Brede. Selama 11 (sebelas) tahun Montesquieu tinggal dan besar di desa La Brede, dan baru pada tahun 1700, 4 tahun setelah kematian ibunya, ia dikirimkan untuk bersekolah ke College de Juilly, sebuah lembaga Oratorium di dekat Paris yang mengajarkan ilmu-ilmu klasik dan pokok bahasan modern dan ilmiah. Dimulai dari sinilah, dia mulai menunjukkan bakat dan usaha kerasnya pada ilmu pengetahuan terutama pada les choses Romaines, terlihat dari karya Montesquieu kecil berupa tulisan tangan yang berisi pertanyaan dan jawaban mengenai fakta-fakta dan dasar dari sejarah Romawi.

Setelah lulus pada tahun 1705, Montesquieu muda lalu melanjutkan studinya pada bidang ilmu hukum di Universitas Bordeaux, pilihan ini karena kesadarannya bahwa suatu saat dia akan mewarisi kedudukan pamannya yang tak memiliki anak sebagai president a mortier di Parlemen Bordeaux. Tiga tahun kemudian, 29 Juli 1708, dia menerima gelar sarjana muda di bidang Hukum dari Universitas Bordeaux, dan pada 12 Agustus 1708, mendapatan izin menjalankan praktek hukum, dan pada 14 Agustus 1708 dia diterima sebagai advokat dalam Parlemen Bordeaux. Pada tahun yang sama juga, dia mulai menggunakan gelar “Seigneur de Montesquieu, Baron de La Brede”. Montesquieu kemudian mulai tahun 1709 sampai 1713 menetap di Paris untuk meneruskan studi ilmu hukum dan pelajaran lainnya. Disinilah dia mulai berkenalan dan bersahabat dengan seorang Pendeta Oratorian, Nicolas Desmolets, yang kemudian berperan besar karena dari pendeta inilah, Montesquieu banyak meminjam buku-buku yang kemudian menjadi sumber bagi karya Spicilige, yang ibarata menjadi gudang intelektual tempat Montesquieu menyimpan berbagai pemikirannya mengenai persoalan ilmiah dan sejarah. Montesquieu juga sangat tertarik mengkaji persoalan-persoalan tentang agama dan keyakinan.

Salah satu yang menyengat dan membuat marah kalangan gereja, ketika esai yang dibuatnya pada tahun 1711 berpendapat bahwa orang-orang pagan pra-Kristen tidak akan mendapatkan hukuman. November 1713, ketika usianya dua puluh empat tahun, pada saat kematian ayahnya, berakhirlah masa tinggalnya di Paris dan ia kembali ke La Brede Bordeaux. Pada Bulan Februari 1714, dia diterima sebagai conseiller di Parlemen Bordeaux, dan pada April 1715 ia menikah dengan Jeanne de Lartigue, seorang Protestan Prancis yang kemudian memberikan 3 orang anak: Jean-Baptise (1716), Marie-Chaterine (1717), dan Denise (1727). Satu tahun setelah pernikahannya pada 1715 Montesquieu mewarisi jabatan parlemen pamannya. Meski tidak terlalu terikat pada jabatan resminya sebagai president a mortier, ia sepertinya menikmati statusnya di masyarakat sebagai anggota nobless de robe. Garis keturunannya tergolong istimewa, gabungan antara nobless d’eppe dan nobless de robe.

Pada tahun 1716, ketika menjadi president a mortier di Parlemen Bordeaux, Montesquieu bergabung dengan Academie Bordeaux setempat, suatu badan dengan orientasi literer dan ilmiah yang menyediakan untuknya semacam pelarian berkala dari pekerjaan resminya yang membosankan. Selama empat kali bertugas sebagai presidennya, ia mendanai hadiah penghargaan untuk riset anatomi dan menyusun rangkuman paper-paper (yang diserahkan kepada Academie) dari para ahli dan ilmuwan mengenai berbagai macam kajian seperti sebab-sebab gema, cara kerja ginjal, bobot dan sifat tembus cahaya pada benda-benda padat. Pada tahun 1719, ia mengumumkan dalam Mercue dan Journal des Savant permintaan informasi dari seluruh penjuru dunia untuk melengkapi bahan penyusunan Histoire de la terren ancienne et moderne, yang apabila ia selesaikan akan membuat dirinya sebagai pendahulu bagi Buffon. Ia begitu antusias menangani proyek sejarah alam, sampai-sampai ia menawarkan diri untuk membayar biaya pengiriman atas kontribusi yang disampaikan padanya. Selama tahun pertama keanggotaanya Montesquieu menyajikan dua paper non ilmiah, satu menganalisis kebijakan negara Romawi dalam hal Agama, dan satunya menawarkan metode untu mengurangi hutang nasional Prancis. Setahun kemudian dia mulai menekuni percobaan ilmiah terutama annus mirabilis. Ia menggunakan Mikrosop untuk meneliti berbagai hal seperti bebek, angsa, katak, serangga, benalu dan lumut.
http://tulisandila.files.wordpress.com/2011/05/trias-politica.png
Pada tahun 1721, Montesquieu menyampaikan hasil laporkan yang sangat menggembirakan. Misalnya, bagaimana ia memandang avec plaisir, berbagai struktur bagian dalam pada dua eor katak yang berbeda dan ia yakin bahwa ia telah menemukan suatu katup tenggoroan katak yang membuatnya bisa bersuara mendengkung dengan keras. Pada 29 Mei 1718, ia melakukan observasi mengenai ciri-ciri dan persemaian tumbuhan benalu dan lumut dan bahwa pada 9 dan 10 Desember 1718, ia melakukan perbandingan lamanya watu seekor bebek dan seekor angsa untuk tetap hidup ketika ditenggelamkan kedalam air. Kemudian dia juga menguraikan perbandingan antara suhu darah pada seekor angsa dan seekor ayam dengan menggunakan sarana des grands thermometres communs, yang setelahnya ia menyatakan pada khalayak bahwa ia tengah menunggu tersedia petits thermometres yang bisa digunakan untuk meneruskan percobaannya ’avec plus de succes’. Selama tahun-tahun pertama keanggotaannya dalam Parlemen dan pada Academie Bordeaux, Montesquieu juga sibuk menyusun karta Persian Letter (1721). Surat-surat jenaka ini mulai dia tulis tahun 1717 dengan berpura-pura ditulis oleh dua orang Persia yang berkunjung ke Perancis, bernama Usbek dan Rica, yang menyindir masyarakat Perancis, agama dan politiknya.

Didalam surat tersebut juga menggambarkan korespondensi antara Usbek dan Rica dengan orang-orang Persia lain di negeri asal mereka yang memuaskan hasrat orang-orang abad kedelapan belas untuk mengetahui Timur dengan adanya penyajian sekilas mengenai kehidupan Poligami di harem-harem Turki. Banyak benih ide dalam Persian Latters ini yang kemudian dikembangkan lebih penuh dalam The Spirit Of Laws, dan pandangan Montesquieu mengenai sifat-sifat les choses humaines juga muncul dengan kekuatan penuh.
Kritik satiris atas politik dan agama Prancis yang menjadi ciri khas pemikiran kaum philosophe pun lebih sering dilakukan oleh Montesquieu, terutama dengan minatnya yang suka membandingkan tipe-tipe kepribadian bangsa dan ketertarikannya yang kuat pada hal-hal yang bersifat asing dan eksotik. Montesquieu juga mengungkapkan dalam karya-karya awalnya, bahwa kebijakan yang muncul dari dalam diri sendiri lebih unggul daripada paksaan pemerintah. Setelah kesuksesan karya Persian Letters, Montesquieu mulai menghabiskan banyak waktunya di Paris. Ia kerap terlibat di Entresol Club, di Salon-Salon Mme de Lambert, Mme Geoffrin, dan Mme de Trencin dan turut serta dalam kelompok Duc de Bourbon, orang nomor dua setelah sang Regent, Duc d’Orleans. Dan dibawah pengaruh masyarakat Paris yang penuh dengan tatakrama, Montesquieu mencoba menulis beberapa karya dengan gaya tinggi, seperti misalnya Temple of Cnibus (1725) yang agak porno, berisi kisah cinta yang lebih dimaksudkan untuk memberikan kesenangan dan bukan untuk mencerahkan akal pikiran.

Pada tahun 1725 ia menyelesaikan karya pentingnya berjudul Treatis on Duties, yang terilhami oleh karya Cicero dan Pufendorf. Sayangnya karya ini telah hilang, kecuali beberapa potongan yang termuat dalam Pensees dan beberapa bagian yang dimasukkan dalam Buku I, Bab I The Spirit Of Laws. Risalah ini menggunakan pendekatan kemutlakan-kemutlakan hukum alam untuk menyerang penekana Hobbes pada hukum positif buatan manusia sebagai satu-satunya tolok ukur keadilan yang syah. Pada tahun yang sama, ia menyelesaikan suatu karya ringkas, Of Politics, yang mengungkapkan minatnya terhadap peran paham determinisme dalam urusan-urusan manusia. Lebih jauh lagi, dasawarsa tahun 1720-an, juga ditandai dengan selesainya motif-motif apa yang mendorong kegiatan ilmu pengetahuan dan rampungnya suatu risalah mengenai kemakmuran negeri Spanyol yang kemudian dimasukkan dalam Buku XXI The Spirit of Law.

Montesquieu hanya sedikit merasakan kepuasan dalam menjalankan tugas parlemennya. Ia lebih tertarik dengan gambaran besar ”semangat” hukum daripada transaksi-transaksi harian sidang pengadilan. Kehidupan sebagai magistrat bordelais jelas tidak menarik hatinya. Kutipan terkenal berikut ini dalam karyanya Pensee menunjukkan rasa tidak sukanya pada jabatan yang diwarisinya: ”Tekait dengan profesiku sebagai presiden”. Yang juga menyingkapkan kurangnya antusiasme Montesquieu terhadap tugas-tugas parlemennya adalah usulnya pada 1723 bahwa presidents a mortier tidak harus menghadiri pertemuan-pertemuan parlemen pada waktu sore hari. Pada tahun 1726 Montequieu menjual kursi jabatannya dengan syarat bahwa kedudukan itu akan dikembalikan lagi kepada keluarga Secondat bila pembelinya meninggal dunia. Penjualan itu terlaksana pada Juli 1726, dan pada awal tahun baru Montequieu telah meninggalkan La Brede ke Paris. Pada April 1728, dengan ditemani oleh Waldegrave, keponakan Duke Berwick, Montequieu meninggalkan Prancis menuju kekaisaran Romawi melalui jalur Wina dan kemudian ke Hongaria, Venesia, Milan, Turin, Genoa, Pisa, Florence, Roma, dan Napel. Pengalaman-pengalamannya di Italia mengembangkan hasratnya akan seni murni, hatinya tergerak oleh karya-karya Raphael.

Ia juga mengamati Republik Venesia dan kesempatan ini konon telah melunakkan minatnya terhadap republik, seperti terlihat dalam Persian Letters. Pada 1729, Montesquieu meninggalkan Italia dan menempuh perjalanan ke utara melalui Jerman Selatan, Rhine, Belanda, dan akhirnya pada 23 Oktober 1729 sampai di Inggris. Begitu di Inggris ia dengan lincah masuk ke kalangan Istana dan kalangan ilmiah, dan lewat persahabatannya dengan Martin Folkes, ia dipilih sebagai anggota Royal Society. Ia menghadiri debat-debat parlemen, membaca buku Craftsman karya Bolingbroke, mulai menulis karya tentang sejarah Romawi, dan menekuni pemikiran-pemikiran yang pada akhirnya termuat dalam sketsa terkenalnya mengenai konstitusi Inggris dalam Buku XI, Bab 6, The Spirit of Laws.

Pada Agustus 1731, setelah pergi dari La Brede, Montesquieu kembali pulang melalui Paris ke Prancis baratdaya. Begitu tiba, ia langsung memulai pekerjaan besarnya. Semangat bermain-main dalam Temple of CnidusI untuk sementara ia tinggalkan, dan pekerjaan berat menyusun The Spirit o Laws dimulai. Buah pertama dari apa yang nantinya akan menjadi upaya panjang dan heroik untuk mengungkap rahasia-rahasia les choses humaines adalah karyanya berjudul Considerations on the Causes of the Grandeur of the Romas and of Their Decline (1734). Dalam karya ini, Montesquieu menyajikan analisis sebab akibat yang sangat selektif atas faktor-faktor yang terutama telah membuat bangsa Romawi mengalami perkembangan kemakmuran dan kebugaran Politik pada masa Republik dan kemudian faktor-faktor yang menyebabkan kejatuhannya pada periode Kekaisaran.
Menurut Montesquieu Romawi mengalami kejayaan selama penaklukan-penaklukan wilayahnya karena mereka tidak mengabaikan semangat tunggal untuk berbakti tanpa pamrih bagi kesejahteraan umum yang telah menjadi ciri khas kehidupan politik pada masa awal Republik. Pada mulanya, menurut Montesquieu, Romawi merupakan suatu kumpulan yang terjalin erat dengan didukung oleh gambaran idaman potretnya mengenai pemerintahan demokratis dalam Buku II, Bab 4, The Spirit Of Laws. Tetapi begitu hak-hak kewarganegaraan Romawi diperluas kepada semua orang di semenanjung Italia dan begitu para Serdadu Romawi mulai menunjukkan kesetiaan mereka bukan kepada negara melainkan kepada komandan atasan mereka, maka semangat awal yang mendukung kebebasan dan kebesaran Romawi mulai memudar. Menurut Montesquieu, bukan hanya perubahan psikologis dan perubahan wilayah saja yang menyebabkan mundurnya bangsa Romawi. Mentalitas Bangsa Romawi merosot, karena mereka gagal mengubah hukum mereka begitu kejayaan tercapai.
Menurut Montesquieu, hukum yang sama telah memicu bangkitnya kejayaan tidak dengan sendirinya menjamin berlangsungnya kejayaan politik itu. Artinya, menurut Montesquieu, Hukum haruslah segera mengikuti gerak zaman dan perubahan materiil dan spirituil dari masyarakat yang bersangkutan. Di penghujung tahun 1734, pada usia 45 tahun, setelah karya-karyanya mengungkapkan sebab-sebab kejatuhan Romawi, Montesquieu mencurahkan dirinya menyusun karangan yang nantinya menjadi The Spirit of Laws. Hanya segelintir orang yang menyangkal bahwa karya ini luar biasa. Panjangnya risalah ini, belum lagi kedalaman isinya, menunjukkan suatu upaya luar biasa. Edisi tahun 1757, mencapai lebih dari seribu halaman dan disebabkan oleh pandangan matanya yang mulai kabur, Montesquieu harus mendiktekan sebagian besar karyanya kepada juru tulis. Lima jilid manuskrip The Law, yang kini dimiliki oleh Bibliotheque Nationale, menunjukkan betapa beratnya pekerjaan itu.

Bila kita membaca halaman demi halaman manuskrip itu, yang sebagian nampak carut marut karena gangguan pandangan mata Montesquieu, kita akan tahun bahwa yang mendorong Montesquieu untuk menyelesaikan pekerjaan tulisannya selama bertahun-tahun itu tidak lain adalah keinginannya memberi petunjuk pada umat manusia. Meski kadang kala tujuan mendidik dalam The Spirit of Laws itu hilang karena adanya selera obyektif penulisnya dalam karyanya, tetapi Montesquieu mempunyai pendapat bahwa ia membayangkan bahwa karya tersebut nantinya bukan hanya olah pikiran yang ditujukan untuk para cendekiawan saja.
Prakata dalam karya The Spirit of Laws menunjukkan semangat utilitarian:”Bukan masalah penting bagi saya bila pikiran orang-orang tercerahkan. Prasangka para pejabat munculnya dari prasangka bangsa. Juga bukan hanya orang banyak yang membutuhkan pencerahan, bila saya berhasil mempengaruhi pihak yang berwenang untuk menambah pengetahuan mengenai apa yang seharusnya mereka kuasai, saya pasti merasa sebagai mahluk yang paling bahagia”. Dari situ jelas bahwa Montesquieu bukan hanya didorong oleh minat praktisnya sebagai seorang anggota Parlemen, namun juga didorong oleh tanggungjawab ilmiahnya atau dengan kata lain, didorong juga oleh minat keilmuan murni.

Montesquieu, sama dengan sahabat-sahabat lainnya: Voltaire, Gascon, Montaigne adalah orang-orang yang sangat mencintai buku. Buku bagi mereka adalah seperti sahabat tetapnya. Baginya kesenangan belajar adalah jauh lebih indah dan tetap daripada kesenangan lainnya yang bersifat duniawi dan inderawi yang banyak dicari orang. Pada masa mudanya, ia pernah menyatakan menulis mengenai hal-hal yang mendorong adanya penelitian ilmiah: ” Kecintaan kita untuk belajar hampir merupakan satu-satunya hasrat kita yang abadi. Semua yang lain meninggalkan kita dengan begitu cepat seperti mesin yang mneyeret kita pada kehancuran. Pada masa tua, seseorang akan merasakan bahwa jiwa kita adalah bagian yang terpenting, dan seperti rantai-rantai yang mengikatnya, indera-indera kitapun rusak”.

Dalam pernyataan tersebut, kita akan merasakan bahwa baginya tidak ada kejemuan dalam membaca. Ia menemukan dunia dan juga dampak dari kegemaran ilmiahnya dengan kerja kerasnya yang berlebihan. Sementara kebanyakan Agama menawarkan sikap santai yang damai bagi para penganutnya, yang bagi Montesquieu dipandangnya sebagai suatu neraka yang sempurna. Hal itu terbuktikan dengan akibat yang dia terima dari kerja kerasnya dalam menyelesaikan The Spirit of Laws : Matanya menjadi masalah terbesar.
Ia menulis kepada Barbot, temannya, ditahun 1742: ”Andai aku tidak gila, aku tidak akan menulis satu barispun. Tetapi yang menghancurkan aku adalah ketika aku membayangkan hal-hal agung yang bisa kulihat seandainya aku masih punya mata”. Ketika karyanya hampir selesai setengah dasawarsa kemudian, rasa lelahnya hampir memuncak. ”Aku merasakan kelelahan yang luar biasa. Aku berniat beristirahat pada hari-hari berikutnya”, tulisnya pada Cerati, sahabatnya yang lain. Juga kepada Barbot, ia menceritakan bagaimana ia menghabiskan delapan jam setiap hari untuk mengerjakan The Spirit of Law dan memandang waktu selebihnya sebagai waktu yang terbuang percuma, dari sinilah ia mempunyai optimisme bahwa apa yang ia kerjakan tidaklah sia-sia: ”Bisa kukatakan bahwa aku tidak percaya bagaimana ada orang yang mau membuang-membuang waktunya lantaran hartanya yang berlimpah” Manuskrip The Spirit of Law yang sekarang ditempatkan di Bibliotheque Nationale mengungkapkan bahwa sebagian besar karya itu telah diselesaikan pada tahun 1743, tetapi ia masih berjuang untuk membubuhkan rincian-rincian, bentuk yang pas dan memoles sesuai dengan yang dia inginkan. Tetapi ia juga merasa takut kalau-kalau karyanya tidak disambut dengan baik.

”Karya ini merupakan buah perenungan seumur hidup, dan mungkin saja dari kerja keras ini, kerja keras dengan maksud-maksud terbaik, kerja keras yang dilakukan untuk manfaat semua orang, saya hanya akan mendapatkan kesengsaraan dan dibalas dengan sikap dungu dan iri hati”. Montesquieu tentu saja menyadari bahwa The Spirit of Law akan menjadi sumbangan utamanya yang terakhir, dan meski begitu ia menampilkan semacam kerendahan hati yang begitu menarik seperti lazim pada diri para pengarang besar. Beberapa bagian terasa begitu menggetarkan ketika Montesquieu mengungkapkan didalamnya bahwa ia tidak merasa sebagai seorang pengarang yang secara sembrono memandang sempurna karyanya, melainkan dengan kesadaran penuh bahwa tidak ada karya yang benar-benar selesai dan tidak ada karya yang hasilnya benar-benar memadai seperti yang diharapkan oleh pengarangnya.

”Saya berencana menuangkan ide dalam pembahasan yang lebih dalam dan lebih luas di beberapa bagian karya ini, tetapi saya merasa tidak sanggup melakukannya. Kegiatan membacaku telah melemahkan mataku, dan sepertinya cahaya yang sampai mataku sudah seperti cahaya senja, saat mataku akan menutup selamanya. Saya hampir mencapai saat dimana saya harus mengawali dan mengakhirinya, saat yang menyingkapkan dan menabiri segalanya, saat yang mencampuradukkan rasa getir dan bahagia, saat ketika saya akan kehilangan segala sesuatu kecuali kelemahanku. Dalam keadaan menyedihkan yang kudapati pada diriku, tidaklah mungkin bagiku untuk memberikan sentuhan akhir pada karya ini, dan beribu kali saya hendak membakarnya, jika aku tidak berpikir bahwa akan merupakan hal yang mulia bila kita membuat diri kita bermanfaat bagi manusia hingga hembusan nafas terakhir kita".

Akhirnya The Spirit of Law terbit pada tahun 1748 dan dengan cepat menjadi buku paling populer di zamannya. Buku ini menjadi salah satu tonggak terpenting dalam karya Montesquieu dan merupakan puncak dari prestasi gemilang keilmuan Montesquieu. Tetapi apa yang di khawatirkan oleh Montesquieu, bahwa karyanya akan diterima dengan sikap salah paham dan iri hati ternyata terbukti. Baik kaum Jansenis maupun kaum Jesuit menolak dengan keras apa yang mereka pandang sebagai sikap yang lunak dan penerimaan Montesquieu terhadap bunuh diri, riba, perceraian, poligami dan perbudakan dan mereka juga menolak dan mengecam pernyataan Montesquieu bahwa tidak ada moralitas dalam monarkhi seperti Prancis karena ia menjadikan kehormatan (bukan kebajikan) sebagai prinsip pemerintahan monarkhi. Apalagi Montesquieu telah berani menyebut Bayle sebagai orang besar, dan lebih parah lagi, ia menyebut Plato (seorang pagan) sebagai sumber terpenting dalam urusan Agama.

Atas semua penolakan dari kaum Jansenis dan Jesuit, Montesquieu menyerang balik dengan rasa kesal dan berapi-api, bahkan sebagian orang memandang bahwa kekuatan tulisannya mencapai titik puncaknya dalam karyanya Defense of The Spirit of Laws (1750) dan juga dalam Responses and Explanations Given to The Faculty of Theology of University of Paris (1752-1754), dua karya yang ditulis sebagai jawaban penolakan terhadap The Spirit of Laws. Kebencian pihak Gereja terus berlangsung meski ia sudah melakukan berbagai upaya untuk itu, dan akhirnya karyanya tetap dimasukkan dalam Indeks pada November 1751. Montesquieu akhirnya bisa lepas dari itu semua empat tahun kemudian, yaitu pada 10 Febuari 1755 saat ia meninggal di Paris. Saat mana kemudian seluruh Prancis mengakui kehilangan salah satu dari Philosophe besar generasi pertama yang berserta Voltaire, telah melakukan banyak hal untuk merumuskan cita-cita pencerahan.

SUMBER
0 Komentar untuk "Sejarah hidup dan Pemikiran Montesqiueu"

 
Copyright © 2014 Indo Artileri - All Rights Reserved
Template By. Catatan Info