Peperangan era Napoleon adalah serangkaian peperangan yang terjadi selama memerintah Perancis (1799-1815).Napoleon Bonaparte. Perang ini terjadi (khususnya) di benua Eropa, tetapi juga dibeberapa tempat di benua lainnya dan merupakan kelanjutan dari perang yang dipicu oleh Revolusi Perancis di tahun 1789. Perang ini menyebabkan perubahan besar pada sistem militer di Eropa terutama artileri dan organisasi militer, dan juga pada masa inilah pertama kalinya diadakan wajib militer secara resmi sehingga jumlah tentara berlipat ganda.
Kekuatan Perancis dengan cepat berkembang, menaklukkan sebagian besar Eropa dan juga cepat ambruknya setelah mengalami kekalahan telak dari Rusia di tahun 1812. Setelah kekalahan ini Napoleon menyerah total, sehingga dinasti Bourbon kembali berkuasa di Perancis. Sementara itu wilayah kekaisaran Spanyol satu persatu daerah jajahannya mulai lepas akibat invasi Perancis, yang mengakibatkan lemahnya Spanyol sehingga memicu timbulnya revolusi di Amerika Latin.
Tidak ada kesepakatan para sejarawan untuk memastikan kapan Perang Revolusi Perancis berakhir dan peperangan era Napoleon dimulai. Beberapa tanggal yang diajukan antara lain :
Latar Belakang
Revolusi Perancis telah membuat ancaman nyata bagi kerajaan-kerajaan lain di benua Eropa, dan hal ini menjadi persoalan yang lebih serius dengan ditangkapnya raja Louis XVI pada tahun 1792 serta hukuman mati terhadapnya di bulan Januari tahun 1793. Usaha pertama untuk memerangi Republik Perancis ini dimulai pada tahun 1792 ketika Austria, Kerajaan Sardinia, Kerajaan Napoli, Prusia, Spanyol, dan Kerajaan Britania Raya membentuk koalisi (selanjutnya disebut koalisi pertama). Dengan ditetapkan undang-undang Perancis yang baru, termasuk wajib militer secara serentak (levée en masse), pembaharuan sistem militer, dan perang secara total, memberi kontribusi yang nyata bagi kemenangan Perancis atas koalisi pertama. Perang berakhir ketika Austria dipaksa oleh Napoleon menerima syarat-syarat dalam perjanjian Campo Formio. Kerajaan Britania Raya menjadi satu-satunya kerajaan yang tersisa dari koalisi pertama yang anti Perancis sampai dengan tahun 1797.
Koalisi kedua dibentuk pada tahun 1798, terdiri dari beberapa bangsa : Austria, Britania Raya, Kerajaan Napoli, Kesultanan Utsmaniyah, Negara Kepausan, Portugal, dan Rusia. Napoleon Bonaparte, sang arsitek utama kemenangan Perancis tahun lalu atas koalisi pertama, melancarkan aksi militer ke Mesir (beberapa ilmuwan diikutsertakan dalam ekspedisi ini termasuk Jean Baptiste Joseph Fourier dan Jean-Francois Champollion).
Napoleon kembali ke Perancis pada tanggal 23 Agustus 1799. Kemudian ia mengambil alih kontrol pemerintahan pada tanggal 9 November 1799 dalam sebuah kudeta 18 Brumaire. Napoleon menata ulang sistem militer dan membuat pasukan cadangan untuk mendukung aksi militer di sekitar Rhine dan Italia. Di semua front pertempuran, Perancis lebih unggul. Di Italia, Napoleon memenangkan pertempuran dengan Austria di Marengo pada tahun 1800. Tetapi pertempuran yang paling menentukan terjadi di Rhein, wilayah Hohenlinden pada tahun 1800. Dengan kalahnya Austria ini, kekuatan koalisi kedua akhirnya hancur. Akan tetapi sekali lagi Britania Raya tetapi kuat dan memberi pengaruh yang besar kepada negara-negara lainnya agar selalu memusuhi Perancis dan Napoleon menyadari hal ini, tanpa kekalahan Inggris atau perjanjian damai dengannya maka dia tidak akan pernah mencapai perdamaian secara penuh di Eropa.
Perang Prancis-Inggris 1803-1814
Tidak seperti anggota koalisi lainnya, Inggris tetap berperang secara kecil-kecilan dengan Perancis. Dengan perlindungan dari armada lautnya yang sangat kuat (seperti yang diucapkan Admiral Jervis "Saya tidak menjamin bahwa Perancis tidak akan datang menyerang kita, tetapi saya menjamin bahwa mereka tidak akan datang lewat laut"), Inggris dapat tetap mensuplai dan mengadakan perlawanan didarat secara global selama lebih dari satu dekade. Bala tentara Inggris juga menyokong pemberontak di Spanyol melawan Perancis dalam perang Peninsular di tahun 1808-1814. Dilindungi oleh kondisi alam yang menguntungkan, serta dibantu dengan pergerakan gerilyawan yang sangat aktif, pasukan Anglo-Portugis ini sukses mengganggu pasukan Perancis selama beberapa tahun. Puncaknya pada tahun 1815, tentara Inggris memainkan peran penting dalam mengalahkan pasukan Napoleon pada pertempuran Waterloo.
Sebenarnya perjanjian damai (Treaty of Amiens) antara Inggris dan Perancis telah disepakati pada tanggal 25 Maret 1802. Tetapi kedua belah pihak tidak pernah mematuhinya. Aksi militer kedua belah pihak selalu merusak perjanjian ini seperti misalnya Perancis ikut andil dalam kericuhan sipil di Swiss (Stecklikrieg) dan menduduki beberapa kota di Italia, sementara Inggris menduduki Malta. Napoleon juga berusaha mengembalikan hukum kolonial di laut. Pada awal ekspedisi ini kelihatan sukses, akan tetapi dengan cepat berubah menjadi bencana. Komandan Perancis, juga saudara ipar Napoleon dan hampir sebagian besar tentaranya meninggal akibat wabah penyakit kuning, dan juga karena serangan musuh.
Napoleon menjadi Kaisar Perancis pada tanggal 18 Mei 1804 dan menobatkan dirinya sendiri sebagai penguasa Notre-Dame pada tanggal 2 Desember.
Selanjutnya Napoleon berencana untuk menginvasi Inggris, dengan menempatkan 180 ribu tentaranya disekitar kota Boulogne. Tetapi dia menyadari bahwa untuk memperoleh keberhasilan dalam rencana invasinya ini dia butuh angkatan laut yang kuat atau setidaknya mengalihkan perhatian angkatan laut Inggris dari selat Inggris. Disusunlah rencana yang kompleks untuk mengalihkan perhatian Inggris dengan menyerang posisi mereka di India barat, tetapi mengalami kegagalan ketika armada admiral Villeneuve kembali dari aksinya di tanjung Finisterre pada tanggal 22 Juli 1805. Angkatan laut Inggris memblokade Villeneuve di Cádiz sampai dia meninggalkannya pergi menuju Napoli pada tanggal 19 Oktober , tetapi komandan skuadron Inggris, Lord Nelson (Horatio Nelson) mengejarnya dan berhasil menghancurkan armada ini pada pertempuran Trafalgar tanggal 21 Oktober, yang juga menjemput ajalnya akibat tembakan sniper Perancis (saat itulah disebut-sebut sebagai awal mula adanya penembak jitu yang membidik komandan regu, dan orang-orang penting sebagai sasarannya).
Setelah kekalahan ini, Napoleon tidak pernah lagi mempunyai kemampuan untuk menantang Inggris di laut, bahkan setelah itu semua rencana untuk menginvasi Inggris dibatalkan, dan mengalihkan perhatiannya lagi pada musuh di daratan. Pasukan Perancis meninggalkan Boulogne dan bergerak menuju Austria.
Koalisi Ketiga 1805
Napoleon berencana menyerang Inggris, dan menyusun 180.000 tentara di Boulogne. Namun, untuk invasinya, ia membutuhkan keunggulan laut - atau paling tidak dapat memukul mundur Britania dari Selat Inggris. Rencana untuk menarik perhatian Britania dengan mengganggu jajahan mereka di India Barat gagal ketika armada Perancis-Spanyol dibawah Laksamana Villeneuve mundur setelah pertempuran Cape Finisterre pada 22 Juli 1805. Angkatan Laut Kerajaan memblokade Villeneuve di Cádiz sampai ia pergi menuju Naples pada 19 Oktober; skuadron Britania menangkap dan menaklukan armadanya dalam Pertempuran Trafalgar tanggal 21 Oktober (komandan Britania, Lord Nelson, tewas dalam pertempuran). Napoleon tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk menantang Britania di laut. Napoleon membatalkan semua rencananya untuk menyerang Kepulauan Britania, dan membalikan perhatiannya ke musuhnya di Benua Eropa sekali lagi. Tentara Perancis meninggalkan Boulogne dan bergerak menuju Austria.
Pada bulan April 1805, Inggris dan Rusia menandatangani kesepakatan dengan tujuan mengusir Perancis dari Belanda dan Swiss. Austria ikut serta dalam aliansi ini setelah pencaplokan wilayah Genoa dan penobatan Napoleon sebagai Raja Italia pada tanggal 17 Maret 1805.
Austria memulai peperangan dengan menginvasi Bayern dengan bala tentaranya yang berjumlah 70 ribu jiwa dibawah pimpinan Karl Mack von Leiberich. Dengan segera tentara Perancis keluar dari Boulogne pada akhir Juli 1805 untuk menghadapinya. Keduanya bertemu di Ulm (25 September – 20 Oktober). Napoleon mengepung tentara Mack memaksanya menyerah. Dengan dikalahkannya tentara Austria diutara pegunungan Alpen (tentara lainnya dibawah pimpinan Archduke Charles berputar balik sehingga bertemu tentara Perancis lainnya pimpinan marsekal André Masséna di Italia), Napoleon menduduki Wina. Jauh di belakang garis supply-nya, ia berhadapan dengan bala tentara Austria-Rusia yang lebih besar dibawah komandan Mikhail Kutuzov, juga kaisar Alexander dari Russia turut serta. Pada tanggal 2 Desember, Napoleon menyerbu gabungan tentara dua negara ini yang berada di Moravia, Austerlitz (inilah kemenangan terbesar Napoleon). Napoleon hanya kehilangan 7 ribu tentaranya, sementara kerugian tentara gabungan sekitar 25 ribu jiwa.
Austria menandatangani kesepakatan Pressburg pada tanggal 26 Desember 1805 dan keluar dari koalisi. Perjanjian ini meminta Austria menyerahkan Venesia kepada Kekaisaran Perancis yang miliputi Italia dan Tyrol sampai dengan Bayern.
Dengan mundurnya Austria dari perang ini, tentara Napoleon mencatat kemenangan terus menerus di daratan, akan tetapi kekuatan penuh tentara Rusia belumlah ikut serta saat itu.
SUMBER
Kekuatan Perancis dengan cepat berkembang, menaklukkan sebagian besar Eropa dan juga cepat ambruknya setelah mengalami kekalahan telak dari Rusia di tahun 1812. Setelah kekalahan ini Napoleon menyerah total, sehingga dinasti Bourbon kembali berkuasa di Perancis. Sementara itu wilayah kekaisaran Spanyol satu persatu daerah jajahannya mulai lepas akibat invasi Perancis, yang mengakibatkan lemahnya Spanyol sehingga memicu timbulnya revolusi di Amerika Latin.
Tidak ada kesepakatan para sejarawan untuk memastikan kapan Perang Revolusi Perancis berakhir dan peperangan era Napoleon dimulai. Beberapa tanggal yang diajukan antara lain :
- Tanggal 9 November 1799, ketika Napoleon merebut kekuasaan di Perancis
- Tanggal 18 Mei 1803, ketika Inggris dan Perancis melanggar gencatan senjata yang mereka sepakati sebelumnya
- Tanggal 2 Desember 1804, ketika Napoleon mengangkat dirinya sendiri sebagai kaisar.
Latar Belakang
Revolusi Perancis telah membuat ancaman nyata bagi kerajaan-kerajaan lain di benua Eropa, dan hal ini menjadi persoalan yang lebih serius dengan ditangkapnya raja Louis XVI pada tahun 1792 serta hukuman mati terhadapnya di bulan Januari tahun 1793. Usaha pertama untuk memerangi Republik Perancis ini dimulai pada tahun 1792 ketika Austria, Kerajaan Sardinia, Kerajaan Napoli, Prusia, Spanyol, dan Kerajaan Britania Raya membentuk koalisi (selanjutnya disebut koalisi pertama). Dengan ditetapkan undang-undang Perancis yang baru, termasuk wajib militer secara serentak (levée en masse), pembaharuan sistem militer, dan perang secara total, memberi kontribusi yang nyata bagi kemenangan Perancis atas koalisi pertama. Perang berakhir ketika Austria dipaksa oleh Napoleon menerima syarat-syarat dalam perjanjian Campo Formio. Kerajaan Britania Raya menjadi satu-satunya kerajaan yang tersisa dari koalisi pertama yang anti Perancis sampai dengan tahun 1797.
Koalisi kedua dibentuk pada tahun 1798, terdiri dari beberapa bangsa : Austria, Britania Raya, Kerajaan Napoli, Kesultanan Utsmaniyah, Negara Kepausan, Portugal, dan Rusia. Napoleon Bonaparte, sang arsitek utama kemenangan Perancis tahun lalu atas koalisi pertama, melancarkan aksi militer ke Mesir (beberapa ilmuwan diikutsertakan dalam ekspedisi ini termasuk Jean Baptiste Joseph Fourier dan Jean-Francois Champollion).
Napoleon kembali ke Perancis pada tanggal 23 Agustus 1799. Kemudian ia mengambil alih kontrol pemerintahan pada tanggal 9 November 1799 dalam sebuah kudeta 18 Brumaire. Napoleon menata ulang sistem militer dan membuat pasukan cadangan untuk mendukung aksi militer di sekitar Rhine dan Italia. Di semua front pertempuran, Perancis lebih unggul. Di Italia, Napoleon memenangkan pertempuran dengan Austria di Marengo pada tahun 1800. Tetapi pertempuran yang paling menentukan terjadi di Rhein, wilayah Hohenlinden pada tahun 1800. Dengan kalahnya Austria ini, kekuatan koalisi kedua akhirnya hancur. Akan tetapi sekali lagi Britania Raya tetapi kuat dan memberi pengaruh yang besar kepada negara-negara lainnya agar selalu memusuhi Perancis dan Napoleon menyadari hal ini, tanpa kekalahan Inggris atau perjanjian damai dengannya maka dia tidak akan pernah mencapai perdamaian secara penuh di Eropa.
Perang Prancis-Inggris 1803-1814
Tidak seperti anggota koalisi lainnya, Inggris tetap berperang secara kecil-kecilan dengan Perancis. Dengan perlindungan dari armada lautnya yang sangat kuat (seperti yang diucapkan Admiral Jervis "Saya tidak menjamin bahwa Perancis tidak akan datang menyerang kita, tetapi saya menjamin bahwa mereka tidak akan datang lewat laut"), Inggris dapat tetap mensuplai dan mengadakan perlawanan didarat secara global selama lebih dari satu dekade. Bala tentara Inggris juga menyokong pemberontak di Spanyol melawan Perancis dalam perang Peninsular di tahun 1808-1814. Dilindungi oleh kondisi alam yang menguntungkan, serta dibantu dengan pergerakan gerilyawan yang sangat aktif, pasukan Anglo-Portugis ini sukses mengganggu pasukan Perancis selama beberapa tahun. Puncaknya pada tahun 1815, tentara Inggris memainkan peran penting dalam mengalahkan pasukan Napoleon pada pertempuran Waterloo.
Sebenarnya perjanjian damai (Treaty of Amiens) antara Inggris dan Perancis telah disepakati pada tanggal 25 Maret 1802. Tetapi kedua belah pihak tidak pernah mematuhinya. Aksi militer kedua belah pihak selalu merusak perjanjian ini seperti misalnya Perancis ikut andil dalam kericuhan sipil di Swiss (Stecklikrieg) dan menduduki beberapa kota di Italia, sementara Inggris menduduki Malta. Napoleon juga berusaha mengembalikan hukum kolonial di laut. Pada awal ekspedisi ini kelihatan sukses, akan tetapi dengan cepat berubah menjadi bencana. Komandan Perancis, juga saudara ipar Napoleon dan hampir sebagian besar tentaranya meninggal akibat wabah penyakit kuning, dan juga karena serangan musuh.
Napoleon menjadi Kaisar Perancis pada tanggal 18 Mei 1804 dan menobatkan dirinya sendiri sebagai penguasa Notre-Dame pada tanggal 2 Desember.
Selanjutnya Napoleon berencana untuk menginvasi Inggris, dengan menempatkan 180 ribu tentaranya disekitar kota Boulogne. Tetapi dia menyadari bahwa untuk memperoleh keberhasilan dalam rencana invasinya ini dia butuh angkatan laut yang kuat atau setidaknya mengalihkan perhatian angkatan laut Inggris dari selat Inggris. Disusunlah rencana yang kompleks untuk mengalihkan perhatian Inggris dengan menyerang posisi mereka di India barat, tetapi mengalami kegagalan ketika armada admiral Villeneuve kembali dari aksinya di tanjung Finisterre pada tanggal 22 Juli 1805. Angkatan laut Inggris memblokade Villeneuve di Cádiz sampai dia meninggalkannya pergi menuju Napoli pada tanggal 19 Oktober , tetapi komandan skuadron Inggris, Lord Nelson (Horatio Nelson) mengejarnya dan berhasil menghancurkan armada ini pada pertempuran Trafalgar tanggal 21 Oktober, yang juga menjemput ajalnya akibat tembakan sniper Perancis (saat itulah disebut-sebut sebagai awal mula adanya penembak jitu yang membidik komandan regu, dan orang-orang penting sebagai sasarannya).
Setelah kekalahan ini, Napoleon tidak pernah lagi mempunyai kemampuan untuk menantang Inggris di laut, bahkan setelah itu semua rencana untuk menginvasi Inggris dibatalkan, dan mengalihkan perhatiannya lagi pada musuh di daratan. Pasukan Perancis meninggalkan Boulogne dan bergerak menuju Austria.
Koalisi Ketiga 1805
Napoleon berencana menyerang Inggris, dan menyusun 180.000 tentara di Boulogne. Namun, untuk invasinya, ia membutuhkan keunggulan laut - atau paling tidak dapat memukul mundur Britania dari Selat Inggris. Rencana untuk menarik perhatian Britania dengan mengganggu jajahan mereka di India Barat gagal ketika armada Perancis-Spanyol dibawah Laksamana Villeneuve mundur setelah pertempuran Cape Finisterre pada 22 Juli 1805. Angkatan Laut Kerajaan memblokade Villeneuve di Cádiz sampai ia pergi menuju Naples pada 19 Oktober; skuadron Britania menangkap dan menaklukan armadanya dalam Pertempuran Trafalgar tanggal 21 Oktober (komandan Britania, Lord Nelson, tewas dalam pertempuran). Napoleon tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk menantang Britania di laut. Napoleon membatalkan semua rencananya untuk menyerang Kepulauan Britania, dan membalikan perhatiannya ke musuhnya di Benua Eropa sekali lagi. Tentara Perancis meninggalkan Boulogne dan bergerak menuju Austria.
Pada bulan April 1805, Inggris dan Rusia menandatangani kesepakatan dengan tujuan mengusir Perancis dari Belanda dan Swiss. Austria ikut serta dalam aliansi ini setelah pencaplokan wilayah Genoa dan penobatan Napoleon sebagai Raja Italia pada tanggal 17 Maret 1805.
Austria memulai peperangan dengan menginvasi Bayern dengan bala tentaranya yang berjumlah 70 ribu jiwa dibawah pimpinan Karl Mack von Leiberich. Dengan segera tentara Perancis keluar dari Boulogne pada akhir Juli 1805 untuk menghadapinya. Keduanya bertemu di Ulm (25 September – 20 Oktober). Napoleon mengepung tentara Mack memaksanya menyerah. Dengan dikalahkannya tentara Austria diutara pegunungan Alpen (tentara lainnya dibawah pimpinan Archduke Charles berputar balik sehingga bertemu tentara Perancis lainnya pimpinan marsekal André Masséna di Italia), Napoleon menduduki Wina. Jauh di belakang garis supply-nya, ia berhadapan dengan bala tentara Austria-Rusia yang lebih besar dibawah komandan Mikhail Kutuzov, juga kaisar Alexander dari Russia turut serta. Pada tanggal 2 Desember, Napoleon menyerbu gabungan tentara dua negara ini yang berada di Moravia, Austerlitz (inilah kemenangan terbesar Napoleon). Napoleon hanya kehilangan 7 ribu tentaranya, sementara kerugian tentara gabungan sekitar 25 ribu jiwa.
Austria menandatangani kesepakatan Pressburg pada tanggal 26 Desember 1805 dan keluar dari koalisi. Perjanjian ini meminta Austria menyerahkan Venesia kepada Kekaisaran Perancis yang miliputi Italia dan Tyrol sampai dengan Bayern.
Dengan mundurnya Austria dari perang ini, tentara Napoleon mencatat kemenangan terus menerus di daratan, akan tetapi kekuatan penuh tentara Rusia belumlah ikut serta saat itu.
SUMBER
0 Komentar untuk "Peperangan Era Napoleon"