JKGR (MI) : Menghadapi perkembangan situasi geopolitik di kawasan Asia Pasifik yang sering beruba-ubah, maka Indonesia khususnya TNI harus siap menjaga kedaulatan NKRI.
Pada tahun 2008 pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk membangun kekuatan pertahanan Negara dengan memasukan istilah kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Forces) dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.7/2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.
Point 9 dalam Perpres tersebut yang membahas mengenai kebijakan pembangunan pertahanan nasional menyebutkan bahwa:
“Pembangunan Komponen Utama didasarkan pada konsep Pertahanan Berbasis Kemampuan (Capability-based defence) tanpa mengesampingkan kemungkinan ancaman yang dihadapi serta tahap mempertimbangkan kecenderungan perkembangan lingkungan strategik. Pelaksanaannya diarahkan kepada tercapainya kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force), yakni tingkat kekuatan yang mampu menjamin kepentingan strategis pertahanan yang mendesak, Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) dan peralatan lain diprioritaskan untuk menambah kekuatan pokok minimal dan/atau mengganti Alutsista/alat peralatan yang sudah tidak layak pakai”
Saat ini TNI AL memiliki kekuatan dua armada tempur yaitu armada barat dan timur dengan alutsista utama 154 KRI , 209 KAL, dan dua divisi Marinir. Salah satu kekuatan yang disiapkan adalah armada kapal selam.
Sampai tahun 2014 ini, TNI AL hanya mengandalkan 2 kapal selam Nanggala Class. Salah satu andalan pemukul armada TNI AL ini adalah KRI Nanggala. KRI Nanggala ini pada 4 tahun lalu diperbaiki menyeluruh (overhaul and retrofit) selama 24 bulan di Dermaga Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering, Okpo, Korea Selatan. Sistem manajemen tempur dan operasi kapal selam kelas U-209/1300 itu diperbarui memakai sistem dari Norwegia.
Sistem baru KRI Nanggala-402 diterapkan dari teknologi manajemen tempur dan operasi dari Norwegia. Teknologi digital itu memungkinkan komandan kapal mengambil keputusan secara lebih cepat, efisien dan tepat atas posisi dan kedudukan kapal terhadap sasaran yang dituju.
Dengan sistem baru ini, kapal selam bisa meluncurkan empat torpedo secara salvo pada selang waktu sangat rapat. Kapal selam sepanjang 59 meter ini memiliki delapan tabung peluncur torpedo pada ujung haluan utamanya.
Indonesia juga tengah membangun tiga kapal selam baru bersama Korea Selatan dengan skema transfer of technology(ToT). Kapal selam (KS) kelas Chang Bogo (CBG) milik Korea Selatan aslinya merupakan KS Tipe 209/1200 yang diketahui telah menerima berbagai modifikasi kelas berat, sejak permulaan abad 21 diantaranya, termasuk penambahan panjang lambung kapal menjadi setara KS Tipe 209/1400 dan Tipe 209/1500*, kemampuan untuk meluncurkan rudal sub-Harpoon, penggunaan sistem AIP juga sistem akustik penangkal torpedo baru (Torpedo Acoustic Counter Measures / TACM) yang dikembangkan secara mandiri oleh Korea Selatan.
Selain kemampuan untuk meluncurkan peluru kendali dan perangkat sonar yang lebih canggih, dari segi ukuran fisik Chang Bogo lebih besar 100 ton dibanding KRI Cakra dan KRI Nanggala yang memiliki kelas bobot 1.300 ton. Tidak hanya itu, CBG dapat dilengkapi dengan torpedo kelas berat, buatan Korea Selatan – White Shark (Baek Sang Eo Torpedo) yang juga memiliki kemampuan meluncurkan rudal anti kapal permukaan Hae Sung . Tidak lupa pemasangan sonar pada sisi lambung kapal selam telah direncanakan untuk pengembangan lebih lanjut.
Harapan Kekuatan Pemukul Bawah Air TNI AL Mendatang.
Menurut KSAL Laksamana (TNI) Marsetio sebagai negara kepulauan, Indonesia idealnya memiliki 12 kapal selam sesuai target kekuatan pokok minimal (minimum essential force/MEF).
Indonesia tampaknya dalam waktu dekat diperkirakan membeli dua kapal selam kelas 877EKM dari Rusia dengan senjata andalan Club – S sebelum pergantian Kepemimpinan di Indonesia tahun 2014. Kemungkinan besar mengambil kapal selam kelas 877 punya Angkatan Laut Rusia.
Langkah pemerintah yang mempertimbangkan untuk menerima tawaran kapal selam dari Rusia sangat masuk akal. Pasalnya, kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) jenis kapal selam mendesak bagi Indonesia, untuk mengamankan tiga jalur laut internasional, yakni alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) I, II dan III.
Kebutuhan 2 kapal selam kilo ini sangat mendesak dan pada tahun 2014 akhir atau 2015 awal, diharapkan sudah ready di pangkalan Palu. Termasuk untuk mengantisipasi perkembangan LCS dan 3 antisipasi ancaman dari Selatan.
Ssampai dengan tahun 2014 ini, kita mempunyai 2 kapal selam cakra class, pengadaan 3 kapal selam baru bersama Korea Selatan dengan skema transfer of technology(ToT), dan terakhir pengadaan 2 kapal selam rusia kelas 877EKM (kemungkinan besar bekas Angkatan Laut Rusia bukan versi ekspor /EKM). Diharapkan pada mef 1 ini Indonesia telah memiliki 7 kapal selam dengan rincian: 2 kapal selam cakra class (ready), 3 proses produksi changbogo class dan 2 proses pengadaan kilo class.
Sesuai target MEF yang ingin dicapai, Indonesia masih butuh 5 kapal selam lagi. Walau belakangan ini ada tawaran 10 kapal selam bekas dari Rusia tipe Kilo, alangkah baiknya untuk dipikir masak-masak, karena pada tahun 2020 ke depan, di kawasan ini banyak berkeliaran kapal selam tetangga yang masih baru, kinyis-kinyis, canggih dan hasil pengadaan baru.
Alangkah baiknya khusus pengadaan 5 KS baru pada MEF 2, bukan dari jenis Kilo, apalagi bekas karena kita harus melihat unsur life time KS tersebut.
Indonesia bisa beralih ke AMUR 1650 SUBMARINE (versi ekspor terkenal nama Lada class yaitu versi modern dari Kilo class) atau memilih kapal selam TYPE 214 SUBMARINE Jerman. China calon penguasa Asia Pasifik saja, memesan KS lada class dan SU-35 dari Rusia pada tahun 2013. Dengan pengadaan kapal selam sekelas Amur 1650, maka In sya’a Allah kita bisa mengungguli kemampuan alutsista, khususnya kapal selam punya tetangga baik sebelah utara maupun selatan.
Dengan syarat-syarat tertentu untuk KS dari Rusia, lebih cocok memilih Amur 1650 submarine class dibandingkan Amur 950 class. Hal itu tampak mulai tahun 2007/2008 Indonesia jatuh hati pada 2 KS Kilo 877 EKM dan 5 KS Amur 1650 class.
Amur 1650 Class
Selain amur 1650 class, ks type 214 submarine bisa menjadi pilihan utama. Nah di sini kalau TOT KS changbogo korsel berjalan lancar dan pada tahun 2018 PT PAL bisa membuat sendiri dengan lisensi dari Korea Selatan, maka untuk produksi kapal selam berikutnya pemilihan alternatif KS tipe 214 submarine bisa menjadi pilihan. Dengan demikian ada kesinambungan program kemandirian alutsista, khususnya kapal selam yang diproduksi oleh Bangsa Indonesia sendiri. Apabila kemandirian telah tercapai maka 2 ks cakra class pada tahun 2020 sudah waktunya diturunkan kelasnya menjadi ks latih dan diganti oleh produksi bangsa Indonesia sendiri.
Tipe 214 Submarine Class
http://www.youtube.com/watch?v=eqT-y6G_19U
http://www.youtube.com/watch?v=eqT-y6G_19U
Perbandingan Amur 650 Class Submarine dengan Type 214 Class Submarine.
Jumlah ideal sesuai target MEF adalah 12 ks sampai tahun 2024, namun dengan adanya penambahan 5 unit kapal selam (Changbogo dan Kilo) ini merupakan “hawa sejuk” bagi TNI-AL, untuk mencukupi standar kekuatan minimum-nya dalam menjalankan tugas menjaga perairan nusantara. Dan kami harapkan pengadaan baru pada MEF 2 nanti, kami usul 3 ks amur 1650 class dan 2 ks tipe 214 class.
Semoga kemandirian alutsista yang diprogramkan Indonesia tetap berjalan sesuai dengan track yang benar dan lurus, dan semoga pergantian Kepemimpinan Nasional Indonesia tetap membawa Bangsa dan Negara Indonesia yang kita cintai, lebih maju dalam semua bidang kehidupan. (written by GUE).
Sumber : JKGR
0 Komentar untuk "Perkiraan Kekuatan Kapal Selam TNI AL 10 Tahun ke Depan "